• LAINYA

TAFSIR-SOSIAL–Adakalanya pilihan ini muncul dalam bentuk keraguan: buat apa shalat kalau memang tidak berdampak positif? Daripada capek-capek shalat, mending sekalian aja ga udah shalat!

Pikiran dan kesimpulan ini ditimbang-timbang setelah membandingkan kualitas-kualitas-shalat, termasuk shalat yang tidak berpengaruh dan tidak membuat perubahan pada diri sendiri ataupun berdampak positif pada masyarakat.

Sudah jelas dan nyata, ada orang yang shalat tapi tetap saja bermaksiat, berperilaku buruk dan merugikan orang lain. Ini tidak kurang nyatanya dengan muslim yang tidak shalat dan bermaksiat. Ada juga orang muslim yang tidak shalat, tapi berperilaku mulia.

Muslim yang tidak shalat namun berbuat baik adalah tidak lebih mulia dari muslim yang shalat namun tidak berbuat baik. Keadaan dua orang ini sama-sama buruknya. Tentu saja, keadaan paling buruk adalah orang yang tidak shalat dan tidak mengatur hidupnya dengan kebaikan dan kemuliaan.

Menghadapkan orang untuk memilih salah satu dari hanya dua keadaan itu tak ubahnya dengan menghendaki agar kita memakai kacamata kuda, agar kita melihat masalah hitam-putih, antara iya atau tidak sama sekali.

Dengan hanya membuka dua pilihan, dia sesungguhnya membatasi pilihan hanya pada dua keadaan tadi. Padahal ada keadaan ketiga, yaitu pilihan yang menghimpun semua kebaikan yang ada pada orang yang shalat dan orang yang tidak shalat: shalat yang peshalat dan baiknya orang yang tidak shalat.

Ini pertama. Kedua, orang shalat tentu saja bisa bermaksiat dan melakukan keburukan. Jika dia tidak shalat, maka maksiat dan perilaku buruknya bisa lebih banyak dan lebih parah lagi. Setidaknya, peshalat (orang yang shalat) memperhatikan persiapan dan kewajiban seperti: kondisi badan dan pakaian yang bersih agar shalatnya benar, pakaian dan tempat shalatnya tidak hak-milik oang lain, berniat ibadah dan karena Allah.

Baca Juga :  Kontradiksi Alquran (3): Alquran Meluruskan juga Menyesatkan

Sebatas pengamalan hal-hal baik ini saja sebelum dan sepanjang shalat sudah membuatnya terlindung dari beberapa perbuatan dosa dan tindakan buruk. Ini seperti berpakaian bersih sudah mengendalikan pemakainya untuk memilih tempat duduk yang tidak mengotori pakaiannya itu.

Alhasil, dua pilihan (shalat tapi berbuat buruk dan tidak shalat tapi berbuat baik) itu bukan keadaan-keadaan ideal. Yang ideal ialah orang yang shalat dengan kehadiran hati dan kesadaran diri sebagai makhluk yang sedang menghadap Yang Maha Kuasa, sehingga berdampak positif dan konkret dalam berpikir, berkeinginan dan bertindak.

Jika benar orang yang tidak shalat itu berbuat baik, maka dia tidak akan berpikir panjang untuk memilih yang baik, yang terbaik dan paling ideal, yaitu memilih shalat sekaligus berbuat baik. Sebaliknya, tidak memilih yang terbaik dan keadaan ideal adalah tanda tidak berbuat baik.

Lantas, bagaimana agar shalat kita ideal, berisi, berdampak positif bagi diri sendiri dan masyarakat?BERSAMBUNG

Share Page

Close