• LAINYA

TAFSIR-MUFRADAT–Tentang ‘arsy ‘takhta’ Allah dan bagaimana Dia bersemayam di atasnya telah membuat ulama dan mufasir berbeda pendapat. Sebelum menjawab saja, mereka sudah berselisih tentang boleh-tidak memikirkannya, termasuk menanyakan apalagi merusaha menjawabnya. Ada yang menghukumi bid’ah membahas masalah ini. Bagi kalangan ulama yang membolehkan membahasnya, jawaban atas pertanyaan itu berkembang menjadi empat kelompok.

 

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah Yang telah menciptakan lelangit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy (QS. Al-A’raf [7]: 54).

Arsy dan Takhta dalam Bahasa

‘Arsy secara leksikal yaitu segala sesuatu yang beratap.[1] Saung, tenda, atap gubuk (biasanya di tengah ladang), loteng, istana, dan bangunan di atas selokan dinamakan arsy.[2] Kata Arab itu juga adakalanya diartikan sebagai takhta atau singgasana berkaki tinggi. Karena itu takhta kerajaan disebut ‘arsy.[3] Yakni, kata ‘arsy di sini merupakan ungkapan metafor dari kekuasaan dan pemerintahan.

Dalam Bahasa Indonesia, arsy sepadan dengan takhta dan singgasana. Ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, ia menjadi arasy dengan makna metafornya yang lebih menonjol.

‘Arsy dalam Alquran

Kata ‘arsy disebutkan dalam Alquran sebanyak 26 kali, dan ghalibnya dikaitkan dengan Allah. Di beberapa surah, ia berarti langit atau atap, seperti ayat, “… yang tembok-temboknya runtuh di atas atap-atapnya”.[4]

Di samping bermakna ketinggian, kata ‘arsy di ayat lain juga lazim bermakna takhta kekuasaan seperti dalam kisah Nabi Yusuf berjumpa dengan orang tuanya, “kemudian dia mendudukkan ayah dan ibunya di atas arasy”,[QS. Yusuf [12]: 100), atau dalam kisah Nabi Sulaiman tentang takhta Balqis, “Siapakah di antara kalian yang mampu memindahkan arasynya ke sini …”[QS. Al-Naml [27]: 38 &41].

Baca Juga :  Allah Ada di mana? Jawaban Sayyidina Ali Muslimkan Yahudi

Fokus pembahasan di sini hanya tertuju pada arasy sejauh kaitannya dengan Tuhan.

‘Arsy َAllah
Apa ‘arsy Allah itu? dan apa pulam maksud dari bersemayamnya Allah di atas arasy? Para ulama dan mufasir berbeda pendapat tentang pertanyaan ini. Secara umum, jawaban ulama terbagi menjadi dua.

Haram Membahas Arasy Allah
Menurut sebagian ulama, membahas hakikat agama hingga melampaui makna literal (lahiriah dan harfiah) teks suci (Alquran dan Hadis) adalah bid’ah dan haram. “Kita tidak mungkin dapat memahami dan menjangkau arsy dan kursi Allah SWT. Yang kita pahami hanyalah namanya saja.”[5]

Ayat-ayat semacam ini, menurut mereka, termasuk ayat-ayat mutasyabihat (yang tidak jelas maknanya), maka tidak boleh dibahas dan ditafsirkan secara liar.

Tentu saja, Alquran dan Sunnah bersama akal budi sulit menerima pendapat haram itu. Ketiga sumber agama ini mendorong umat Islam agar menggunakan akal dan bertadabur ‘merenungkan’ ayat-ayat suci, memahaminya secara serius dan berargumentasi secara rasional dan masuk akal. Sulit dimengerti bila Alquran, di satu sisi, mendorong kuat kita bertadabur, memahami dan mencerna tetapi, di sisi lain, melarang kita untuk menyimpulkan hasil tadabur kita sendiri.

Esensi Arasy Allah
Para ulama yang membolehkan membahas masalah arasy dalam studi ketuhanan terbagi kepada empat kelompok:

Pertama
Kelompok yang mengartikan secara literal bahwa arasy itu merupakan makhluk berwujud konkret serupa dengan takhta dan singgasana fisikal yang memiliki beberapa kaki di gedung istana raja. Kaki-kaki itu bertumpu pada langit yang ketujuh. Dalam pengertian ini, maka Allah tak ubahnya dengan seorang raja yang tengah duduk di singgasananya. Dari takhta kerajaann-Nya itulah Allah mengatur segala urusan makhluk.[6]

Kedua
Kelompok ulama ini berpendapat bahwa arasy itu makhluk berwujud konkret, tetapi bukan berupa benda takhta di istana seperti dalam pendapat pertama tadi, tetapi galaksi kesembilan yang meliputi alam materi dan sebagai pembatas arahnya. Galaksi ini kosong dari bintang-bintang dan, karena itu, ia dinamai atlas.[7] Dalam tata konsmologi ini, kursi Allah yang disebutkan dalam ayat Kursi adalah galaksi bintang-bintang.

Baca Juga :  Tadabur: QS. Muhammad [47]: ayat 1

Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Rasulullah SAW, “Langit-langit dan tujuh lapis bumi tidak terletak di samping kursi, tetapi ia laksana lingkaran yang terhampar di padang sahara yang luas.”[8]

Ketiga
Pendapat ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan arasy Allah yaitu makna metafor, maka ia tidak berwujud dan mempunyai bentuk konkret secara fisikal. Lalu, apa makna metafor dari kata arasy?

Takhta adalah simbol kekuasaan. Inilah makna metafor dari kata arasy. Makna ini dapat dijumpai dalam belasan ayat dengan redaksi berikut, “kemudian Dia bersemayam di atas arasy” (QS. Al-A’raf [7]: 54; QS. Yunus [10]: 3 & 100), atau ayat, “Tuhan yang Mahasayang bersemayam di atas arasy-Nya” (QS. Thaha [20]: 5). Yakni, Allah berada di atas kekuasaan dan kerajaan-Nya.

Arasy atau takhta dalam ayat-ayat itu juga bermakna metafor sifat kamaliyyah (kesempurnaan) dan sifat jalaliyyah (keagungan) Allah, karena setiap sifat ini menjelaskan keagungan dan kemegahan kedudukan Allah, sebagaimana takhta para raja menunjukkan kebesaran kerajaan mereka.

Keempat
Pandangan ini, dari satu sisi, sama dengan pandangan pertama dan kedua, bahwa arasy memiliki wujud nyata sebagai makhluk. Maka, dalam hal ini, ia berbeda dalam pandangan yang ketiga. Tetapi dari sisi lainnya, pandangan ini sama dengan pandangan ketiga, bahwa maksud dari arasy ialah adalah makna metafor. Maka, dalam hal ini, ia berbeda dalam pandangan pertama dan kedua.

Berdasarkan pandangan ini, pada hakikatnya arasy adalah derajat tertinggi alam yang merupakan sebab seluruh peristriwa, penciptaan dan perubahan. Matarantai sebab dan persitiwa itu mesti berakhir di derajat tertinggi itu. Maka, Allah berada di atas arasy atau Allah Tuhan Pemilik arasy yaitu Allah berada di atas sebab segala realitas, dan Dia pemilik dan penguasa derajat tertinggi dari kejadian semua peristiwa alam semesta.

Baca Juga :  QS. Al-Isra' [17]: Ayat 73; Kapan Ulama Menjadi Kawan Musuh?

Dalam tafsir Al-Mizan, ayat Al-A’raf [7]: 53, “kemudian Dia bersemayam di atas arasy”, ditafsirkan demikian, “Arasy merupakan sebuah simbol (misal) yang menggambarkan luasnya pengaturan Allah SWT atas seluruh milik-Nya, juga menunjukkan suatu hakikat nyata, yaitu sebuah derajat (maqam) dimana kendali seluruh perkara dan urusan berada di derajat tersebut, dan derajat ini merupakan kekuasaan Allah. Ayat yang berbunyi, “Dan Dialah Tuhan arasy yang agung” (QS. Al-Taubah [9]: 129), dan ayat, “… hamba-hamba yang memanggul arasy dan yang disekitarnya” (QS. Ghafir: 7) dan ayat lainnya, semuanya itu menunjukkan makna tersebut.”[9].

*Referensi dapat diperoleh dengan kontak redaksi via eimail: redaksi.quranika@gmail.com

Share Page

Close