• LAINYA

TAFSIR-FILSAFAT-Apakah Allah itu benar-benar ada? Pernah sekali saja kita menguji keimanan paling dasar dan kemusliman awal kita dengan dengan pertanyaan tadi? Sekarang, di hari-hari wabah Corona, sebagian orang bertanya-tanya atau bahkan mempertanyakan kehadiran Allah. Seolah-olah dalam kondisi gawat saja pertanyaan itu muncul lantas tenggelam dan reda saat kondisi terasa kembali relatif normal.

MEMBUTAKAN MATA HATI LEBIH KEJAM DARIPADA MEMBUTAKAN MATA KEPALA.

Alih-alih mempertanyakan dan mengugat Allah, setiap orang sesungguhnya menyimpan sensus divinitatis, kerinduan pada Allah, hanya sebagian orang memilih jadi ateis karena tidak sabar merespon ujian. Kata M. Peterson, pakar Filsafat Agama, orang ateis tidak punya argumen yang memastikan ketiadaan Tuhan selain hanya mengandalkan kritik atas argumen keberadaan-Nya. Termasuk fenomena bencana dan wabah, bagi kalangan ateis, jadi kesempatan emas untuk dimanfaatkan sebagai banker perlindungan dan pembenaran diri mereka.

Tidak ada larangan menguji keimanan dan membuat pertanyaan seperti ini, tidak dari Alquran juga tidak dari hadis suci Nabi SAW. Kendati keberadaan Allah dalam Alquran dianggap tuntas, “Apakah tentang Allah terdapat suatu keraguan?!” (QS. Ibrahim [14]:10), namun Alquran tetap mengajukan banyak cara pembuktian yang diperagakan oleh para nabi seperti Nabi Ibrahim. Di antara yang paling umum ialah ajakan Alquran memikirkan tata kelola alam sebagai jendela melihat tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya.

MENGENAL ALLAH ITU SUDAH JELAS, TETAPI ADA ADAKALANYA PERLU BERPIKIR—Ibnu Taimiyyah (1995:16:328)

Alquran menyinggung cara (argumentasi) ini dengan istilah “tafakkur li ayat-Allah” yakni memikirkan tanda-tanda Allah. Seakan-akan setiap individu dan fenomena alam ini, baik di bumi ataupun di langit atau yang ada dalam diri setiap orang, merupakan ayat (tanda) Allah SWT yang memberikan petunjuk kepada hati untuk menghadap sumber dan pusat keberadaan yang hadir pada setiap ruang dan waktu.

إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَىٰ ۖ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ مِنَ الْحَيِّ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Demikian itulah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?” (QS. Al-An’am: 95).

Baca Juga :  QS. Al-Mukminun [23]: 78; Filsafat Mendengar, Melihat dan Menjiwai

Dari mana memulai? Dari tulisan yang sedang Anda baca ini. Ya, tulisan ini sudah merupakan salah satu argumen dan petunjuk yang mengarahkan ketetapan hati pada keberadaan Allah. Bukankah dengan membaca tulisan ini Anda akan mengenal keberadaan penulisnya? Bukankah Anda juga percaya bahwa penulisnya punya tujuan dalam menulis tulisan ini? Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda bahwa tulisan ini tercipta akibat pengaruh sekelompok benda tanpa seorang penulis yang mempunyai niat dan tujuan?

Bukankah termasuk kebodohan jika seseorang percaya bahwa sebuah ensklopedia berjilid-jilid dicetak dan terbit hanya akibat dari ledakan kandungan bumi kemudian pecahan-pecahan yang beterbangan di udara itu menyatu dan membentuk huruf-aksara kemudian begitu saja menimpa kertas-kertas dan terbitlah buku yang berjilid-jilid tersebut?

Lebih tidak masuk akal lagi bila seseorang percaya bahwa alam semesta yang penuh hikmah, baik yang diketahui maupun tidak, tercipta secara spontan, terjadi begitu saja, tanpa sebab apa pun. Bahkan bisa dikatakan orang yang percaya demikian tampak lebih bodoh di bawah orang yang meyakini terciptanya buku yang berjilid-jilid secara tiba-tiba.

ALLAH TAMPAK DALAM KITAB-NYA BAGI MAKHLUKNYA, NAMUN MEREKA TIDAK MELIHAT-NYA–Sayyidina Ali bin Musa 

Setiap sistem yang terarah dan bertujuan merupakan argumen atas adanya pembuat sistem. Sistem yang terarah dan bertujuan di alam semesta ini merupakan sistem universal yang menunjukkan adanya Pencipta Yang Mahabijak pencipta sistem tersebut, dan Dia senantiasa memeliharanya.

Seorang Arab kampung (Baduwi) pernah diminta membuktikan Allah. Dia menerangkan, “Kotoran [onta] menunjukkan adanya onta, air menunjukkan adanya sumur, jejak kaki menunjukkan adanya pejalan. Lalu, langit yang bertaburan bintang dan planet, bumi yang bercabang ruas jalan, laut yang berdeburan ombak … bagaimana tidak menunjukkan adanya pencipta yang mahatahu dan mahakuasa?!”

Bunga-bunga yang tumbuh di taman dengan berbagai macam warna yang indah dan aroma yang semerbak, pohon apel yang memberikan buah yang berasal dari sebutir biji yang kecil, yang setiap tahun mengeluarkan buah yang meruah dengan berbagai warna yang memikat dan rasa yang lezat. Begitu pula burung Pipit yang berkicau dan begitu lincah berpindah dari satu tangkai ke tangkai yang lain.

Baca Juga :  Peta Konflik antara Akal Manusia dan Wahyu Tuhan

Amati pula bagaimana ayam membelah dan memecahkan kulit sebutir telur kemudian keluar darinya seekor anak. Juga, anak sapi yang lahir dari induknya kemudian menyusu. Air susu yang memenuhi kantong susu induknya dipersiapkan untuk menyusui anak-anaknya. Seluruh fenomena itu tanda-tanda pengetahuan, kekuasaan, kebesaran, kebijaksanaan dan, tentu saja, keberadaan Allah Maha Pencipta.

Penciptaan dan pengaturan yang menakjubkan manakala air susu keluar dari penyusuan induknya itu bersamaan dengan kelahiran anak-anaknya. Ikan-ikan di laut yang setiap tahunnya untuk pertama kali menempuh perjalanan ribuan kilometer guna mengeluarkan telurnya.

SEBENARNYA BUKAN MATA YANG BUTA, TETAPI YANG BUTA IALAH HATI DI DALAM DADA–QS. Al-Hajj [22]: 46

Burung-burung laut yang tahu sarang-sarangnya di antara sekian tumbuhan laut yang begitu banyak dan beragam, tidak pernah keliru mengambil jalan kembali ke sarangnya, walau untuk sekali saja. Lebah yang keluar dari sarangnya setiap pagi lalu menempuh perjalanan yang panjang untuk mengisap bunga-bunga kemudian kembali pada malam hari ke sarangnya.

Semua itu merupakan tanda-tanda keberadaan dan kebesaran Allah SWT. Yang lebih mengherankan dan menakjubkan dari itu semua adalah lebah, sapi atau kambing tersebut menghasilkan madu dan susu melebihi kebutuhan mereka sehingga dapat bermanfaat dan dimanfaatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan tersendiri.

Kita akan lebih banyak menemukan tanda-tanda kekuasaan dan pengaturan Pencipta Mahabijak yang lebih menakjubkan dalam tubuh manusia. Organ-organ tubuh ini tersusun begitu rapi. Setiap organ tersusun dari jutaan sel yang hidup secara mandiri. Padahal seluruh sel itu tumbuh dan berasal dari satu sel betina. Dan setiap sel itu mengandung bahan-bahan yang dibutuhkan dengan porsi tertentu. Dan, masing-masing organ itu diletakkan pada tempatnya yang sesuai.

BAGAIMANA AKU MENYEMBAH SESUATU YANG TIDAK AKU LIHAT?!–Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.

Perhatikan pula bagaimana organ-organ ini berfungsi: menghirup oksigen melalui paru-paru, lalu memindahkannya melalui darah merah, juga aktivitas-aktivitas hati untuk membuat gula yang diperlukan kemudian menyingkirkan sel-sel yang rusak dan menggantikannya dengan sel-sel yang baru dan memusnahkan kuman-kuman melalui mekanisme tertentu. Demikian pula cara kerja organ-organ tubuh lain yang begitu mengagumkan. Semua itu menunjukkan wujud dan kebesaran Penciptanya.

Baca Juga :  Tadabur: QS. Ghafir [40]: ayat 39

Maka, pertanyaan ini menjadi rasional: siapakah yang mengadakan sistem cipta yang sangat menakjubkan ini? Sampai sekarang, ribuan ilmuwan sepanjang sejarah umat manusia belum juga mampu mengungkap rahasia-rahasia penciptaan. Setiap sel merupakan sistem kecil yang mempunyai tujuan. Dan setiap kelompok dari sel-sel itu membentuk anggota yang merupakan sistem yang lebih besar. Kumpulan dari organisme yang banyak dan rumit itu membentuk satu sistem badan yang lebih luas dan terarah pada tujuan yang khas.

Tidak berakhir sampai di situ saja. Sistem-sistem yang tak terhingga, yang terdiri dari makhluk-makhluk bernyawa dan mati itu, membentuk tata cipta yang universal sebagai alam yang diatur oleh Tuhan Yang Esa dengan pengaturannya yang cermat dan bijak.

“Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia adalah Nyata. Tidakkah cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?!” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).

Jelas, semakin banyak dan luasnya pengetahuan manusia dan semakin banyak sistem serta hubungan antara fenomena alam yang dapat disingkap, maka semakin jelas pula rahasia-rahasia penciptaan alam semesta ini. Akan tetapi, memikirkan fenomena alam yang sederhana melalui dalil-dalil yang jelas sudah cukup bagi hati yang tulus untuk membuktikan keberadaan wujud Sang Pencipta alam yang Mahakuasa-[HCF]

 

Referensi:

  • Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa (1996)
  • Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Munqidz min Al-Dhalal (1972)
  • Mishbah Yazdi, Durus fi Al-‘Aqidah (1998)
  • Micheal Peterson, Reason and Religious Belief (2012)

Share Page

Close