• LAINYA

Q&A–Siapa perempuan? Tak lain adalah putri Nabi SAW sendiri, Bunda Fatimah ra. Lalu, dengan siapa ia berdebat? Tak lain adalah dengan khalifah pertama, Sayyidina Abu Bakar bin Quhafah. Ya, perdebatan ilmiah berbasis Alquran itu tampak dimenangkan Siti Fatimah ra., kendati ia lebih banyak menghabiskan masa hidupnya di rumah dan Sayyidina Abu Bakar ra. sisi usia jauh lebih tua darinya.

Banyak dialog bahkan perdebatan berlangsung di antara sahabat Nabi SAW. Namun, dialog antara Siti Fatimah putri Rasulullah SAW dan Khalifah Abu Bakar ra. sungguh beda dan unik. Dapat dikatakan, inilah perdebatan yang pertama dan paling serius dalam sejarah Islam.

Bukan hanya dari sisi kandungannya yang bernuansa politis, ekonomi dan hukum terkait tanah Fadak yang menghamparkan ladang luas nan subur, tetapi dialog ini merupakan salah satu referensi autentik dan paling awal mengenai logika dan dasar hukum, yaitu mana yang fundamental dalam ketentuan hukum: Alquran ataukah hadis, dan apakah argumen ayat dapat digugurkan oleh hadis ataukah sebaliknya?

Yang menambah dialog itu signifikan ialah Siti Fatimah ra., seorang perempuan yang masih muda, berhadapan dengan Sayyidina Abu Bakar ra., seorang lelaki sahabat senior, jauh lebih tua, yang lebih dahulu mengenal Islam dan beriman. Perdebatan di antara mereka terjadi segera setelah Nabi wafat, masih di awal-awal masa kekhalifahan Abu Bakar.

Berawal dari pidato terkenal Siti Fatimah ra. yang di dalamnya ia memastikan hak kuasanya atas tanah Fadak, lalu ia melancarkan kritik-kritik argumentatif terhadap keputusan Sayyidina Abu Bakar ra. sebagai khalifah Muslimin yang telah menyita tanah tersebut. Tidak tinggal diam, Abu Bakar berusaha memberikan jawaban dan klarifikasi atas keputusannya itu. Manakah yang kuat di antara mereka? Landasan dan atas dasar apa mereka berargumentasi?

Dapat diamati, kritik dan sanggahan Siti Fatimah ra. lebih didominasi ayat-ayat Alquran, sementara Sayyidina Abu Bakar ra. hanya bertahan di balik satu hadis yang didengar oleh dirinya sendiri, tidak oleh sahabat yang lain. Pada titik inilah persoalan relasi antara supremasi Alquran dan sunnah atau hadis mengemuka.

Para ulama, utamanya dari kalangan ahli Ushul Fiqih, sepakat bahwa rujukan utama dan sumber pengetahuan agama adalah Alquran, berikutnya barulah tiba giliran sunnah Nabi SAW. Mereka juga sepakat bahwa dalam kondisi terjadi konflik dan inkonsistensi antara ayat dan hadis, maka ayat diutamakan dan dijadikan pegangan; supremasi ayat tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan hadis.

 

SUMBER DAN AUTENTISITAS PERDEBATAN

Para ahli hadis dan sejawaran terkemuka Islam mencatat peristiwa perdebatan antara Siti Fatimah ar. dan Sayyidina Abu Bakar ra. dalam banyak karya mereka. Berikut ini daftar referensi terkait autentisitas perdebatan di antara putri tercinta Nabi SAW dan sahabat senior beliau:

  • Sulaiman bin Ahmad Al-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, Kairo, 1415, jld. 4, hlm. 104.
  • Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Qartabah Mesir, jld. 1, hlm. 10.
  • Ibn Katsir, Ismail Abu Al-Fida’, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, Beirut, jld. 5, hlm. 309.
  • Ibn Katsir, Al-Sirah Al-Nabawiyyah, Damaskus, jld 4, hlm. 573.
  • Al-Dzahabi, Tarikh Al-Islam wa Wafayat Al-Masyahir wa Al-A’lam, Beirut, jld. 3, hlm. 24.
  • Ibn Abu Syaibah, Tarikh Al-Madinah, jld. 1, hlm. 209.
  • Al-Zuhri, Al-Thabaqat Al-Kubra, Beirut, Sadir, jld. 2, hlm. 315.
  • Imam Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Beirut, Dar ibn Katsir, 1987, jld. 6, hlm. 2474.
  • Al-Halabi, Al-Sirah Al-Halabiyyah, Beirut, 1400, jld. 3, hlm. 488.
Baca Juga :  Profil Pemimpin Ideal dalam Tasawuf Politik Platon dan Khomeini (3): Ulama sama dengan Nabi

Untuk mengetahui secara detail apa sebenarnya yang terdapat dalam pidato dan dialog antara Siti Fathimah dengan Abu Bakar, sangat perlu untuk melihat langsung teks pidato tersebut.

 

TUNTUTAN DAN ARGUMENTASI SITI FATIMAH

Di salah satu bagian dari pidatonya, Siti Fathimah ra. menuntut hak kepemilikannya atas tanah Fadak sebagai hak warisan yang sah dari ayahandanya, Nabi SAW. Ia mengatakan:

Saat ini kalian menganggap bahwa kami tidak punya warisan?!
Apakah mereka menginginkan hukum Jahiliyah, padahal adakah hukum yang lebih utama dari hukum Allah bagi orang-orang beriman?!
Apakah mereka tidak tahu itu?!
Ya, kalian tahu bahwa aku adalah putri Nabi. Pengetahuan kalian bak sinar mentari, begitu terang benderang.
Wahai kaum muslimin! Apakah pantas aku menjadi terkalahkan hingga kehilangan warisan ayahku?!
Wahai putra Abu Quhafah! Apakah ada dalam Alquran ayat yang menyebutkan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi harta ayahku?! Engkau sungguh telah membawa dakwaan yang aneh!
Apakah kalian secara sengaja meninggalkan Alquran dan meletakkannya di punggung kalian ketika Alquran mengatakan, “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud” (QS. Al-Naml: 16).
Alquran menukil cerita Yahya bin Zakaria ketika berkata, “Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub” (QS. Maryam: 5-6).
Dan Allah berfirman, “orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)di dalam Kitab Allah” (QS. Al-Anfal: 75).
Dan allah berfirman, “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (QS. Al-Nisa’: 11).
Dan Allah berfirman, “berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 180).
Lantas, masihkah kalian menganggap aku tidak mewarisi sesuatu dari harta ayahku?!
Apakah ada ayat yang turun kepada kalian yang mengecualikan ayahku?!
Ataukah kalian akan mengatakan bahwa keduanya (aku dan ayahku) menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?!
Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang satu?!
Ataukah kalian merasa lebih tahu tentang Alquran dari ayahku dan anak pamanku (Ali bin Abi Thalib)?!
Bila memang kalian mengklaim demikian, maka ambil dan rampaslah warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia?! Tapi, ketahuilah! Ia akan menghadapimu di Hari Kiamat kelak.
Sesungguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum Allah, sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad, dan sebaik-baik pengingat adalah Hari Kiamat.
Ketika Hari Kiamat tiba, orang-orang yang batil akan mengalami kerugian. Saat itulah penyesalan tak lagi berguna.
Setiap berita ada tempatnya dan kalian akan tahu siapa yang diazab sehingga hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!

Dalam teks pidato di atas, tampak bagaimana Siti Fatimah ra., setidak-tidaknya, melapisi tuntutan dan klaimnya dengan lima ayat. Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana Khalifah Abu Bakar ra. menjawab dalil-dalil dari putri Nabi SAW itu.

Baca Juga :  Tema-tema Pokok Al-Qur'an: Tafsir Tematik Fazlur Rahman, Orientasi Kemanusiaan

 

SANGGAHAN SAYYIDINA ABU BAKAR

Sayyidina Abu Bakar ra. menjawab tuntutan dan argumentasi yang disampaikan oleh Siti Fathimah dengan ucapannya:

Wahai putri Rasulullah SAW! Ayahmu orang yang lembut, pengasih dan dermawan atas orang-orang mukmin, sementara bila menghadapi orang-orang kafir, ia sangat keras.
Dari sisi hubungan kekeluargaan, ia adalah ayahmu dan saudara ayahmu. Maka, tidak ada orang sepertimu.
Kami melihat bagaimana Nabi begitu memperhatikan suamimu lebih dari yang lain. Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi pembela Nabi. Hanya orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.
Kalian adalah penunjuk dan penuntun ke arah kebaikan dan surga.
Dan engkau adalah wanita terbaik dan putri terbaik dari para Nabi.
Engkau benar dalam ucapanmu dan akal dan pemahamanmu lebih cerdas dari yang lain.
Tidak ada yang dapat menghalangi hak engkau dan kebenaran engkau tidak bisa ditutup-tutupi.
Demi allah! Aku tidak melanggar pendapat Rasulullah SAW dan aku tidak berbuat kecuali dengan izinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.
Dalam masalah ini, aku menjadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku mendengar sendiri dari Rasulullah SAW bersabda, “Kami, para nabi, tidak mewariskan emas dan perak, tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam. Kami hanya mewariskan Alquran, hikmah, ilmu dan kenabian.” Apa saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami. Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.
Apa yang engkau tuntut dari tanah Fadak itu akan kami gunakan untuk menyiapkan kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang jahat.
Masalah ini tidak aku putuskan sendiri, tetapi aku melakukannya melalui kesepakatan seluruh kaum muslimin.
Ini kondisi dan apa yang aku miliki menjadi milik engkau.
Apa yang bisa aku lakukan akan aku lakukan, dan aku tidak menyimpan apa pun di hadapan engkau.
Engkau adalah panutan umat ayahmu dan pohon yang memiliki akar yang baik bagi keturunanmu.
Keutamaan yang engkau miliki tidak dapat dipungkiri oleh seorang pun.
Hak-hak engkau tidak akan dicampakkan begitu saja; baik masalah penting atau tidak.
Apa yang engkau perintahkan terkait dengan diriku akan aku lakukan.
Apakah engkau merasa layak bahwa dalam masalah ini aku menentang hukum ayahmu?!

 

JAWABAN BALIK SITI FATIMAH

Setelah mendengar jawaban dari Sayyidina Abu Bakar ra. terhadap tuntutannya atas tanah Fadak, Siti Fathimah kembali menjawab:

Subhanallah! Rasulullah SAW tidak pernah memalingkan wajahnya dari Alquran dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Nabi senantiasa mengikuti Alquran dan surah-surahnya.
Apakah engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu dengan berbohong atas namanya dan mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
Tipu daya ini sama persis seperti yang dilakukan terhadapnya ketika Nabi masih hidup.
Ini adalah Alquran, Kitab Allah yang menjadi juru adil, pemutus perkara dan berbicara atas nama kebenaran. Alquran mengatakan, “[Seorang putra] yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya’qub”
(QS. Maryam: 6) dan “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.(QS. Al-Naml: 16).
Allah telah membagi bagian para ahli waris sesuai dengan bagiannya secara gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari. Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
Namun engkau melakukan sesuatu yang lain karena hawa nafsu dan bisikan setan.
Dalam kondisi yang demikian, pilihan terbaik adalah bersabar karena kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian gambarkan.

Baca Juga :  Profil Pemimpin Ideal dalam Tasawuf Politik Platon dan Khomeini (1): Parodi Kekuasaan

 

PENJELASAN TERAKHIR SAYYIDINA ABU BAKAR

Setelah dihadapkan dengan ayat-ayat yang dibawakan Siti Fatimah, Sayyidina Abu Bakar ra. menjawab:

Maha benar Allah, benar apa yang disabdakan Rasulullah dan benar juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah SAW.
Engkau adalah tambang kebijakan, pusat hidayah dan rahmat, tiang agama dan sumber kebenaran.
Aku tidak mengatakan apa yang engkau katakan adalah salah, dan aku tidak mengingkari pidatomu, namun kaum muslimin sebagai juri yang menilai antara aku dan engkau. Mereka memilih aku sebagai khalifah, dan apa yang aku raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua menjadi saksi.

 

CATATAN

Dari dialog di atas tampak bagaimana Siti Fatimah ra. membangun tuntutannya berdasarkan ayat-ayat Alquran, sementara Sayyidina Abu Bakar ra. membantahnya dengan sumpah atas kebenaran satu hadis yang didengar hanya oleh beliau sendiri.

Hadis ini disanggah Siti Fatimah ra. dengan Alquran. Namun, sebelum itu, ia menegaskan tolok ukur dalam pengetahuan agama, bahwa ucapan dan perbuatan Nabi SAW tidak pernah bertentangan dengan hukum-hukum Alquran. Dan disepakati oleh umat Islam bahwa Alquran adalah sumber utama dalam pengetahuan dan hukum agama. Dan tolak ukur ini tidak dibantah oleh Sayyidina Abu Bakar ra.

Dibandingkan hadis dan riwayat, semua ayat Alquran adalah autentik dan asli berasal dari Allah, sementara tidak semua hadis berasal dari Nabi SAW. Artinya, banyak hadis palsu dan perkataan yang diatasnamakan dengan nama Nabi. Karena itu, perlu tolak ukur untuk memastikan autentisitas dan keberasalannya dari Nabi.

Di antara tolak ukur autentisitas hadis ialah kandungan suatu hadis tidak bertentangan dengan ayat Alquran. Konsekuensinya, jika ada hadis yang kandungannya bertentangan dengan kandungan Alquran, maka hadis itu tidak bernilai.

Dari teks berdebatan di atas, jawaban serta sanggahan antara Sayyidina Abu Bakar ra. dan Siti Fatimah ra., tampak kekuatan argumentasi putri Nabi SAW. Ini sebagaimana diakui oleh Abu Bakar ra. Pada akhirnya, ia hanya dapat berargumentasi bahwa dirinya dipilih secara aklamasi oleh para sahabat tanpa paksaan, dan kebijakan yang diambilnya berdasarkan posisinya sebagai khalifah.

Tampaknya, argumen terakhir Sayyidina Abu Bakar ra. itu menarik untuk ditelaah kekokohannya dalam Fiqih Politik, termasuk tentang apakah suara aklamasi dan mayoritas orang-orang masih tetap kokoh sekalipun bertentangan dengan kandungan Alquran, dan apakah masih ada kemungkinan mengutamakan tatahukum yang tidak berbasis pada Alquran ataukah tidak ada. wallahu a’lam bi al-shawab.

Share Page

Close