• LAINYA

TAFSIR–Di hadapan Allah, manusia tidak lebih dari budak yang tak punya apa-apa. Sebaliknya, Allah adalah Tuan dan Pemilik manusia. Posisinya tidak mungkin sejajar dan setara dengan Allah. Tuan punya hak mutlak dipatuhi budak, dan budak ciptaan tidak punya hak apa pun menuntut Tuan, apalagi Allah yang Mahatahu dan Mahabijak.

Tetapi, dengan nama Rahman “Mahakasih” dan Rahim “Maha Pengasih”, Allah menurunkan Diri-Nya seolah-olah sejajar dengan manusia. Yaitu tatkala Dia menempatkan manusia dalam kontrak dan transaksi dengan Diri-Nya dan mengangkatnya seolah-olah punya sesuatu berharga yang bisa ditukar dengan surga Allah, sementara segenap hidupnya saja berasal dan milik Allah.

Bukan hanya itu, Allah menjadi pihak yang lebih dahulu datang mengajukan penawaran dan proposal transaksi “jual-beli” kepada manusia, seolah-olah Dia yang membutuhkan manusia, meski manusia kerap membiarkan proposal Allah dan, sadar atau tidak, menganggapnya tidak penting. Padahal, sesungguhnya manusia itulah budak yang mahamiskin, segenap hidupnya serbabutuh.

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

Sesungguhnya Allah akan membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan sesungguhnya bagi merekalah surga. (QS. Al-Taubah [9]: 111)

Sebagai Tuhan Pencipta alam semesta, Allah SWT mengetahui nilai setiap makhluk dan Dia menempatkan manusia sebagai makhluk yang terbaik, Sungguh Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya (QS. Al-Tin [95]: 4). Nilai manusia tidak kurang dari surga Allah yang luasnya adalah langit-langit dan bumi (QS. Al Imran [3]: 133), yakni senilai alam semesta.

APAKAH KAMU MENGIRA DIRIMU WUJUD KECIL, PADAHAL DIRIMU ITU MENGANDUNG ALAM BESAR–Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.

Nilai diri kita tidak sebanding dengan selain surga. Maka itu, Allah tidak memperkenankan kita menjual diri kita, menghabiskan hidup kita dengan dunia dan hal-hal yang rendah di bawah nilai surga. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Ketahuilah bahwa harga diri kalian tidak lain kecuali surga, maka janganlah menjual dengan selainnya.” Surga harga mati.

Baca Juga :  Isyarat Literal Ayat Cahaya: Menggali Wahdatul Wujud dari Terjemah Alquran (6): antara Afirmasi dan Negasi

Dengan ayat di atas, Allah mengajukan diri-Nya kepada setiap orang sebagai pembeli yang menawarkan harga paling maksimal, yaitu surga di kehidupan setelah kematian, Dan sesungguhnya akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya (QS. Al-Ankabut [29]:64).

Di hadapan proposal termahal dari Allah Yang Mahakasih dan Mahabijak ini manusia diuji kewarasan dan akal sehatnya. Hanya orang gila atau manusia dungu saja yang masih berpikir-pikir apalagi, dengan cara hidupnya, menganggap remeh atau mengacuhkan megatransaksi Ilahi itu.

Sama gila dan dungunya dengan orang yang menerima tawaran yang jauh di bawah harga masa depan dan kehidupan abadi dirinya: keuntungan, kesuksesan palsu dan kepuasan sementara seperti menerima suap, membodohi publik, membuat kebohongan dan janji manis, mencoba korupsi, dan menjadi budak bangsa lain.

Ada juga yang malah menjadikan proposal Allah (surga dan janji Allah) sebagai alat mencipta opini, membujuk publik, membuat citra dan menebar popularitas.

وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ. وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ خَيْرٌ ۖ لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan sungguh mereka telah tahu bahwa orang yang membeli [sihir] itu niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh buruk perbuatan mereka yang menjual diri dengannya seandainya mereka tahu” (QS. Al-Baqarah [2]: 102).

Sihir di sini bukan semata-mata kekuatan supranatural, tetapi juga dengan efek yang sama bisa berupa retorika, narasi dan framing media, uang dan ekonomi, otoritas dan status politik yang masing-masing bisa membuat pikiran dan jiwa orang tidak lagi normal, kehilangan akal sehat hingga berpikir beku, bermental binatang dan bertindak bodoh secara personal maupun kolektif.

Baca Juga :  QS. Al-Dhuha [93]: ayat 7; Nabi Sesat (1): Antara Tidak Tahu, Bingung, dan Lengah

Tawaran Allah SWT kepada manusia adalah cicilan yang terus kita tanam dan investasi di dunia ini, yaitu dengan pengetahuan yang benar dan amal kebaikan, ibadah dan akhlak mulia. Keberhasilan kita berinvestasi di dunia merupakan garansi memperoleh beserta bunganya di akhirat, yaitu surga dan kedudukan mulia di sisi Allah SWT.

Keberhasilan kita di dunia hanya akan diperoleh dengan kerja dan kesungguhan, yaitu sabar dalam mencari kebenaran, mempertahankan kebenaran, memperjuangkan kebenaran dan tak kenal lelah dalam mengamalkan kebenaran dan berbuat kebaikan.

Sudah barang tentu, kita akan menghadapi berbagai tantangan dari musuh kebenaran dan kebaikan dari semua arah. Karena itu pula, kita harus siap menanggung derita dan berbagai kesulitan. Alquran mengatakan agar kita tidak gentar, kecil hati dan lemah kemauan dalam mengatasi setiap kesulitan dan tekanan.

Jika kalian menderita, sesungguhnya mereka itu menderita seperti juga kalian menderita (QS. Al-Nisa’ [4]: 104).

Jika kita menanggung beban berat penderitaan yang dipaksakan oleh musuh, musuh juga menanggung beban yang sama akibat dari resistensi, perlawanan, kesabaran, dan sikap bijak kita. Bedanya, Kalian mengharapkan dari Allah apa yang tidak mereka harapkan (QS. Al-Nisa’ [4]: 104).

Di sinilah bedanya kita dengan musuh; kita punya visi hidup yang cerah dan janji pasti Allah, yaitu surga, sementara mereka menatap akhir hidup mereka tak menentu, ketakutan dalam kegelapan dan ketiadaan.

KETAHUILAH, HARGA DIRIMU TIDAK LAIN KECUALI SURGA. MAKA, JANGAN KAMU MENJUAL DENGAN SELAIN SURGA–Sayyidina Ja’far Al-Shadiq (Tafsir Al-Maraghi, 11/33)

Masihkah kita perlu waktu untuk berpikir dahulu baru kemudian memutuskan setuju dengan poposal megatransaksi dari Allah?!

Kita dimotivasi agar, pertama, Hai orang-orang beriman, sambutlah seruan Allah dan Rasul apabila ia menyerumu kepada sesuatu yang menghidupkan kalian (QS. Al-Anfal [6]: 24), dan kedua, Dan bersegeralah menuju pengampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya adalah langit-langit dan bumi yang disiapkan untuk orang-orang bertakwa (QS. Al Imran [3]: 133).

Baca Juga :  QS. Al-Infithar [82]: 6; Manusia, Makhluk Bodoh yang Lemah Tapi Tak Tahu Diri

Nilai hidup kita sebanding dengan surga bila kita membangun diri sebagai manusia yang, berdasarkan dua ayat ini, beriman dan bertakwa, yakni (a) keteguhan hati dengan pengetahuan yang benar dan (b) amal kebaikan dengan sabar serta niat yang ikhlas.

Demi masa! Sesungguhnya manusia itu sungguh berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal baik serta saling berpesan kebenaran dan saling berpesan kesabaran (QS. Al-Ashr [103]: 1-3).[-]

Share Page

Close