• LAINYA

TAFSIR-SOSIAL-SUFI—Sudah bisa diduga siapa lagi kalau bukan Zulaikha dan Yusuf. Di akhir hidupnya, istri orang nomor dua di negara adidaya Mesir Kuno itu menjadi wanita saleh dan pecinta Tuhan setelah, di awal dan di tengah hidupnya, memburu cinta binatang lalu cinta insani dalam mencintai lelaki setampan manusia sempurna Yusuf.

Meski tidak ada yang tahu akan bagaimana masa depan hidupnya, setiap orang masih bisa merancang hidup dan matinya dengan kehendak kuat dan kemauan diri sendiri. Seperti Imam Ghazali dan Ibnu Arabi mengubah masa-masa kelam mereka dengan membangun kehendak bulat dan tulus, Zulaikha mengubah masa-masa jahiliyahnya dengan kemauan dan tekad yang kokoh untuk lantas berubah menjadi masa-masa pencerahan dan kedamaian; dari yang asalnya menyukai seseorang dengan cinta birahi bahkan setani hingga melampaui cinta insani dan mencapai cinta tuhani.

Segurat kisah cinta Zulaikha diabadikan dalam Alquran melalui pengalaman hidup luar biasa Yusuf. Meski diceritakan hanya sekali, riwayat hidup Yusuf yang melibatkan bagian terpenting dari kehidupan Zulaikha dalam surat ke-12 itu sejak awal diperkenalkan sebagai ahsan al-qashash ‘kisah terindah’ dari jenis wahyu dan ilmu Tuhan (QS. Yusuf [12]: 3).

Itulah kisah cinta, luka-liku cinta, martabat cinta, kualitas cinta, undang-undang cinta, riwayat cinta antar-manusia: ayah-anak, antar-saudara, lelaki-perempuan, budak-tuan, ajudan-majikan, pedagang-pelanggan, warga-pejabat, hingga manusia dan Tuhan.

Berbagai skenario dibuat para pemeran cinta dalam bersaing, berebut, mencapai, merawat, meyakinkan dan memahamkan cinta masing-masing. Ada skenario yang gagal, ada juga yang sukses. Ada skenario yang kecil, ada pula yang besar dan rumit. Ada skenario yang dirancang perseorangan maupun persekongkolan. Semua kategori ini ada dalam skenario-skenario cinta Zulaikha.

Namun, semua skenario manusia itu berlangsung dalam grand design skenario Allah di awal dan di akhir kisah Yusuf, yakni dari sejak Allah menganuerahkan mimpi penuh makna kepada Yusuf kecil dan lemah hingga terungkapnya mimpi tersebut di usia dewasa dan masa kuatnya.

Baca Juga :  Filsafat dan Etika Kritik (1): Teliti dan Adil

Aneka skenario dibuat Zulaikha dalam kisah cintanya pada Yusuf mengungkapkan betapa cinta itu energi besar yang mengakifkan imajinasi serta akal dalam merancang rencana bahkan makar untuk merealisasikan cita-cita dan mimpi. Berikut ini rangkaian luka-liku dan hukum-hukum cinta sepanjang pengalaman cinta Zulaikha:

  • Kekerasan Perempuan terhadap Lelaki
  • Cinta Tuhani, Cinta Insani, Cinta Hewani
  • Skenario Gagal dan Pembunuhan dalam Cinta Setani
  • Tidak Ada Kebohongan Sempurna
  • Cinta Segi Tiga dan Manajemen Kasus
  • Skenario Sukses, Buah Belajar Cinta

Meski tidak ada kisah yang keindahan dan keharu-biruannya melampaui kisah cinta, namun tidak setiap keindahan cinta itu berarti kebahagiaan. Seperti sufi cinta Persia, Jalaluddin Rumi, memulai puisi-puisi cintanya dengan indah dalam bait indah, “Dengarkan seruling kala ia mengaduh, tentang sekian perpisahan ia bercerita”, kegetiran dan kepiluan cinta tidak mengurangi sedikitpun selain menyempurnakan kebahagiaan cinta itu sendiri, seperti sehat yang mudah disyukuri seseorang setelah menderita. Dua sayap cinta ini bertebaran dalam riwayat Yusuf antara dia dan saudara-saudaranya, antara dia dan orang tuanya, dan tentu saja antara dia dan Zulaikha.

Pertemuan dan perkenalan Zulaikha dengan Yusuf bermula sejak usia utusan Allah ini masih remaja. Setelah dibuang oleh saudara-saudaranya lalu dipungut oleh rombongan musafir sebagai budak dagangan hingga dijual dan dibeli oleh seorang bangsawan Mesir bernama Qitfir/Potifar. Dia adalah orang nomor satu keamanan atau keuangan negara peradaban besar Firaun era Amenhotep III sekaligus suami dari seorang perempuan bangsawan nan rupawan bernama Rail atau, dalam tradisi Islam, dikenal juga dengan nama Zulaikha atau Zalikha.

Pertimbangan apa yang ada dalam pikiran panglima besar itu hingga membeli Yusuf dan mengadopsinya sebagai anak? Bagaimana Yusuf tumbuh dewasa di keluarga kaya-raya dan terhormat itu? Apakah hubungan Yusuf dengan suami dan istrinya berjalan harmonis? Mengapa Yusuf memilih dihukum dan hidup dalam penjara? Apa yang merusak kenyamanan hidup dalam kemegahan dan ketersediaan segenap fasilitas di sana? Mengapa sang istri panglima itu lantas tega menuduh Yusuf telah melecehkan dirinya lalu mengadukannya kepada suami agar menghukumnya?

Baca Juga :  Ilmu: Pembentukan dan Kriterianya dalam Tradisi Barat dan Islam

Berikut ini keterangan relatif detail dari Alquran atas sejumlah pertanyaan tadi:

Orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, ‘Muliakanlah keberadaannya. Mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.’”

Demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir) dan agar Kami mengajarkan kepadanya takwil mimpi. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti (QS. Yusuf [12]: 21).

Ketika ia telah cukup dewasa, Kami berikan kepadanya kebijaksanaan dan ilmu. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. Yusuf [12]: 22).

Allah memberi kebaikan dan kedudukan tidak cuma-cuma dan sembarangan, tetapi melalui pengujian sebagai cara rasional dan objektif yang membuktikan kelayakan seorang hamba memperoleh kebaikan ilahi tersebut. Yusuf mendapatkan kehormatan di mata manusia dan di sisi Allah setelah konsisten sabar dan teguh dalam pengujian ilahi.

Namun, pengujian dan pembuktian atas kelayakan tidak berhenti sampai di situ. Dalam falsafah penciptaan manusia, hidup-mati setiap orang adalah medan pengujian ilahi (QS. al-Mulk [67]: 2). Ujian yang terasa semakin berat merupakan persiapan, peluang dan harapan memperoleh kebaikan dan kesempurnaan yang lebih tinggi.

Kualitas hidup manusia sebanding dengan tingkat ujian, neraca kesabaran dan ketangguhan. Ketika Yusuf menginjak dewasa, Allah hendak memberinya dua karunia dan kualitas yang amat berharga: kebijaksanaan (al-hukm) dan pengetahuan (al-‘ilm). Tentunya, uji kelayakan (fit and proper test) Allah atas Yusuf juga akan semakin berat.

Seperti telah dialami Yusuf, demikian pula tokoh masyarakat, pejabat negara, figur publik dan, tentu saja, pemuka agama dan ulama, akan diuji kualitas kebijaksanaan, ilmu dan kedewasaan mereka melalui cinta dan wanita. Ujian maksimal dan paling beratnya digambarkan Alquran dalam pengalaman cinta Zulaikha, seorang perempuan yang memiliki segenap kemewahan dan kemegahan dunia.

Baca Juga :  Sains Modern Buktikan Teknik Pembuatan Piramida versi Al-Quran

Bila Yusuf berhasil menyelesaikan ujian itu dengan cinta tuhani (ilahi), Zulaikha justru terpuruk jatuh; dia gagal lantaran menurunkan kesucian cinta insaninya setingkat birahi hewani bahkan nalar setani.

 Perempuan, yang ia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu lalu berkata, ‘Kemarilah kepadaku!’” (QS. Yusuf [12]: 23).

Dalam bahasa hukum, menggoda dalam ayat di atas adalah sejenis tindak kekerasan seksual. Pada umumnya, kekerasan seksual dilakukan oleh pihak yang lebih kuat, entah secara fisik ataupun non-fisik. Wajar bila isu kekerasan seksual terekspos media, lantas pikiran publik kerap mempersepsi laki-laki sebagai pelaku dan perempuan sebagai korban.

Namun, perempuan pun, kendati secara fisik lebih lemah, sangat bisa menjadi pelaku perbuatan keji itu karena punya semacam kekuatan yang berasal tidak dari fisik seperti: pengetahuan, relasi, media, kekuasaan politis, status sosial, termasuk kepandaian muslihat. Semua atau sebagian besarnya ini dimiliki oleh Zulaikha. Di akhir kisah cinta istri panglima besar ini akan tampak mana cinta sejati dan mana kekuatan yang sesungguhnya.

Bersambung ke: Balada Cinta Istri Kepala Keamanan Raja dan Ajudan Tampan dalam Alquran (2): Cinta Tuhani, Cinta Insani, Cinta Hewani

Share Page

Close