• LAINYA

TAFSIR-QURAN.COM–Nabi berkata, “Allah akan mengampuni dosa-dosamu walaupun sebesar tujuh langit, bintang-bintang, sebesar Arasy dan Kursi.” Pemuda itu kembali membalas, “Dosa-dosaku lebih besar dari itu semua.” Nabi pun menatapnya seperti orang marah dan berkata, “Celakalah kamu, hai anak muda! Dosamu lebih besar ataukah Tuhanmu?!”

Ini sepenggal dari dialog antara Nabi SAW dan seorang pemuda yang kehabisan harapan hingga membuat Nabi tampak marah. Dalam tafsir Al-Shāfī, dialog ini dibawakan dalam penafsiran atas ayat berikut ini:

[arabic-font]
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ . أُولَٰئِكَ جَزَاؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
[/arabic-font]

“Dan orang-orang yang apabila berbuat kekejian atau menzalimi diri sendiri [segera] mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapakah yang mengampuni dosa-dosa kecuali Allah?!, dan mereka tidak meneruskan [dosa] yang telah mereka perbuat sedang mereka tahu. Balasan mereka itulah ampunan dari Tuan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dalam keadaan kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.”
QS. Al Imran [3]: 135-136)

Ayat ini seolah-olah penguraian lebih terperinci atas QS. Al-Nisa’ [4]: 110, “Dan barangsiapa berbuat keburukan atau menzalimi diri sendiri kemudian memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapati Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.”

Dua ayat ini dialami oleh seorang pemuda yang hidup pada masa Nabi SAW. Alkisah, pada suatu hari, Mu’adz bin Jabal menjumpai Nabi SAW. sambil menangis. Ia menyampaikan salam. Nabi menjawab salamnya dan bertanya, “Ada apa gerangan engkau menangis, hai Mu’adz?”

Baca juga: QS. Al-Dhuha [93]: Ayat 7; Nabi Sesat (1): Antara Tidak Tahu, Bingung Dan Lengah
Baca juga: Tafsir Kemerdekaan (1): QS. Al-Baqarah [2]: 279, Tidak Menjajah Juga Tidak Mau Dijajah
Baca juga: QS. Al-Nur [24]: Ayat 35: Wahdatul Wujud (1); Kafir Atau Tidak?
Baca juga: Dosa-Dosa Tidak Merdeka (1): Teologi Penjajahan

Baca Juga :  Isyarat Literal Ayat Cahaya: Menggali Wahdatul Wujud dari Terjemah Alquran (3): antara Kafir dan Tidak

Mu’adz bercerita, “Wahai utusan Allah! Di ambang pintu ini ada seorang pemuda yang bugar tubuhnya, cemerlang kulitnya, tampan wajahnya. Dia sedang menangis keras seperti ibu yang kehilangan anaknya. Ia ingin menemuimu.”

Nabi meminta Mu’adz untuk membawa masuk anak muda itu. Segera ia menyampaikan salam dan Nabi menjawabnya.

“Apa yang membuatmu menangis, hai anak muda?”, tanya Nabi.
Ia menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis sementara aku telah melakukan dosa-dosa yang, kalau saja Allah meminta pertanggungjawabanku atas separuhnya saja, pasti Dia akan memasukkan aku ke dalam neraka jahanam. Aku tidak punya pilihan lagi bagi diriku kecuali Dia akan menghukum aku karena dosa itu. Dia tidak akan mengampuni aku selama-lamanya.”

Allah berfiman, “Hamba-Ku telah datang kepadamu, hai Muhammad, ingin bertaubat tetapi engkau mengusirnya. Lantas ke mana dia pergi, kepada siapa dia berharap, dan kepada siapa dia meminta pengampunan dosanya kalau bukan kepada-Ku?”

Nabi bertanya, “Apakah kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu?”
Ia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari menyekutukan sesuatu dengan Tuhanku.”

Nabi bertanya, “Apakah kamu membunuh jiwa yang diharamkan darahnya?”
Ia menjawab, “Tidak.”

Nabi berkata, “Allah pasti mengampuni dosa-dosamu, walaupun sebesar gunung-gunung yang kokoh.”
Pemuda itu membalas, “Tapi dosa-dosaku lebih besar dari gunung-gunung yang kokoh itu.”

Nabi berkata, “Allah akan mengampuni dosa-dosamu walaupun seluas tujuh lapis bumi, lelautan, sebanyak debu-debu, dedaunan dan semua ciptaan yang ada di dalamnya.”

Pemuda itu membalas, “Tetapi dosa-dosaku itu lebih luas dari tujuh lapis bumi, lelautan, sebanyak debu-debu, dedaunan dan semua ciptaan yang ada di dalamnya.”

Nabi berkata, “Allah akan mengampuni dosa-dosamu walaupun seperti sebesar tujuh langit, bintang-bintang, sebesar Arasy dan Kursi.”

Baca Juga :  QS. Al-Ahzab [33]: Ayat 36-40; Ketika Pernikahan Jadi Tugas yang Penuh Resiko Dicemooh Publik

Pemuda itu kembali membalas, “Dosa-dosaku lebih besar dari itu semua.”

Baca juga: QS. Maryam [19]: Ayat 96; Syarat Menjadi Manusia Rahmatan Lil Alamin
Baca juga: QS. Al-Anbiya’ [21]: Ayat 105; Masa Depan Dunia Dan Pelaku Sejarah Masyarakat
Baca juga: QS. Al Imran [3]: Ayat 169; Jihad Dan Syahid, Dua Ajaran Unik Dan Istimewa
Baca juga: QS. Al-Mursalat [77]: Ayat 15; Dari Membohongi Diri Sendiri Sampai Membohongi Allah

Nabi pun menatapnya seperti sedang marah dan berkata, “Celakalah kamu, hai anak muda! Dosamu lebih besar atau Tuhanmu?!”

Pemuda itu menundukkan wajahnya sambil berkata, “Mahasuci Allah, Tuhanku! Tidak ada yang lebih besar dari Tuhanku. Dia lebih besar, hai nabi Allah, dari segala yang besar.”

Nabi berkata, “Lalu, apakah ada yang mengampuni dosa besar kecuali Tuhan yang Mahabesar?”
Pemuda itu menjawab, “Demi Allah! Tidak ada, wahai Utusan Allah!”

Ia terdiam sejenak. Kemudian Nabi berkata kepadanya:
“Celakalah kamu, hai anak muda! Apakah kamu akan menceritakan satu dari sekian dosamu kepadaku?”

“Tentu”, jawabnya, “aku akan bercerita kepada engkau. Aku sudah membongkar kuburan selama tujuh tahun. Aku keluarkan mayat-mayat lalu aku lucuti kain kafan mereka.

“Suatu hari, seorang gadis budak kaum Anshar meninggal dunia. Setelah dibawa ke kuburannya lalu dikubur kemudian keluarganya meninggalkan kuburannya, masuk waktu malam, aku mendatangi kuburannya. Aku membongkarnya, kemudian mengeluarkan mayat gadis itu dan aku lucuti semua kain kafan dari tubuhnya.

“Aku biarkan mayat itu di pinggir liang kubur dalam keadaan telanjang. Aku tinggalkan tempat. Tiba-tiba setan mendatangiku. Dia mulai membujukku dan mengatakan, “Tidakkah kamu lihat perutnya dan kulitnya putih? Tidakkah kamu lihat kedua pahanya?”

Baca Juga :  QS. Al-Anfal [8]: 60, Kewajiban Tanpa Batas (1): Jadi Bangsa Terkuat dan Paling Wibawa

Baca juga: QS. Al-Baqarah [2]: 42, Norma Etika Jurnalistik dan Pengacara
Baca juga: QS. Al ‘Imran [3]: 139, Tidak Unggul, Maka Tidak Beriman
Baca juga: Mulutmu Harimaumu; Karena Lidah, Dirimu Binasa!
Baca juga: Antara Abu Bakar Dan Siti Fatimah; Perdebatan Pertama Yang Dimenangkan Perempuan Terkait Alquran

“Setan terus mengatakan itu kepadaku sampai aku pun kembali kenemui mayat itu. Aku lepas kendali hingga aku menyetubuhinya, lalu aku pergi meninggalkan dia di tempat yang sama.”

“Tiba-tiba ada suara datang dari belakangku memanggil-manggil, ‘Hai anak muda! Celakalah kamu di hadapan Penguasa Hari Pembalasan, hari dimana Dia akan menghadirkan aku dan kamu yang telah meninggalkan aku dalam keadaan telanjang di tempat orang-orang mati, kamu telah menarik aku keluar dari kuburanku dan melucuti kain-kain kafanku. Kamu telah meninggalkan aku berdiri dalam keadaan junub sampai hari perhitunganku. Celakalah masa mudamu penuh neraka!’”

“Saat itu, aku tidak yakin aku bakal mencium bau surga selamanya.”

Pemuda itu menutup ceritanya dengan meminta pendapat dari Nabi, “Sekarang, bagaimana engkau melihat diriku, wahai Utusan Allah?”

Nabi berkata, “Menyingkirlah dariku, hai orang fasik! Aku takut terbakar oleh api nerakamu! Betapa dekatnya api neraka dengan dirimu! Betapa dekatnya api neraka dengan dirimu!”
Nabi mengulang perkataan itu sambil menunjuk kepada pemuda itu. Dia menunduk di hadapan Nabi, kemudian dia pergi.

Apa yang akan dia lakukan?
Pemuda itu pergi ke kota dan menyiapkan perbekalan dengan hati hancur. Selanjutnya klik di sini!

Share Page

Close