• LAINYA

SAINS-ALQURAN–Bukan asing lagi kalau ada yang bilang, “dikadalin!” Ini untuk orang yang kebetulan atau dibuat kurang beruntung; jadi korban pembodohan dan penipuan. Kata “kambing hitam” juga sudah lazim didengar untuk orang yang dipersalahkan dan dikriminalisasi.

Belum lagi istilah “dagang sapi” atau “cicak vs buaya”, ulangan dari narasi klasik “serigala vs kambing”. Dinamika Bahasa Indonesia, praktisnya, kerap diperkaya oleh ketangkasan metaforis para pelaku hukum dan politik, di antaranya dengan menyeret-nyeret sejumlah nama binatang. Belakangan, nama kodok, kecebong dan lagi-lagi kadal turut dan masih saja jadi alat “kotor” saling serang.

Lantas, apa hubungan manusia dengan kadal, kambing dan sapi? Apa salahnya kadal, kambing dan sapi?

Baca juga: QS. Al-Baqarah [2]: 42; Cara Membuat Hoax dan Manipulasi Fakta

Di kota, sulit menemukan kadal selain manusia-manusia kadal, cicak dan buaya. Ya, setidaknya, sebagian jenis kadal punya kepandaian memperdaya lawan dengan cara berganti rupa warna, menyaru dengan situasi sekitar. Begitulah kadal membuat pesan hoax.

Pada dasarnya, mungkinkah membuat hoaks itu dilakukan binatang? Berikut penjelasan Alquran dan sains.

Dalam Alquran dikisahkan pengalaman Nabi Sulaiman, penguasa bahasa burung, berdialog dengan burung Hudhud. Bahasa burung ini, barangkali, menjadi alat yang juga bisa digunakan untuk memproduksi pola-pola komunikasi curang dan pembuatan hoax.

Setelah menyimak laporan Hudhud tentang Ratu Balqis dan bangsanya di negeri Saba (Yaman), Nabi Sulaiman a.s. berkata:

قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
“Dia berkata, ‘Akan kami amati: apakah kamu benar atau termasuk yang berdusta’”
(QS. Al-Naml [27]: 27).

Peringatan Sulaiman ini sekaligus menerangkan bahwa burung itu punya potensi berdusta hingga Sulaiman a.s. perlu menguji kejujuran Hudhud untuk memastikan beritanya benar-benar fakta, bukan dusta atau hoax.

Potensi dan keterampilan memproduksi hoax bukan keistimewaan manusia. Para peneliti menemukan perilaku tipu-tipu ini juga ada pada sejumlah spesies binatang seperti: ular dan, tentu saja, kadal. Ulah seperti ini juga diperagakan kodok, hiu, ikan-ikan di dasar laut, tupai untuk mengamankan makanannya, dan laba-laba betina agar tidak dikawin laba-laba jantan.

Baca Juga :  Isu Kalam Baru/New Theology (1): Status Akal, antara Sumber dan Sarana

Dalam sebuah rekaman video di salah satu negeri Arab, seorang lelaki mengejar-ngejar seekor anak kambing menjelang Hari Raya Kurban. Beberapa kali anak kambing itu menjatuhkan diri. Acapkali diangkat, dia tampak sudah tak berdaya, lehernya yang panjang itu lunglai, tak beda dengan kambing yang sudah mati.

Pada umumnya, binatang-binatang ini kerap membuat peristiwa hoax dengan cara berpura-pura mati atau jadi benda mati. Dibandingkan manusia, mereka berulah begitu biasanya dalam keadaan terdesak dan terancam bahaya.

Tapi ada orang-orang yang justru bersemangat membuat dan menyebar hoax di ruang nyaman, dalam situasi normal. Masih mudah dijumpai bahkan orang-orang dengan baju ketokohan dan kepejabatan yang mempidatokan hoaks dengan menebar senyum atau teriak lantang di ruang-ruang publik dan dalam skala nasional.

Kembali ke habitat binantang. Belakangan, seperti dilaporkan Dailymail, para peneliti berhasil mengidentifikasi gejala hoax yang lebih serius dan lihai pada 24 spesies binatang mamalia. Dalam sebuah penelitian ekstensif, mereka melatih seekor gorilla bernama Coco Gorollil sampai berhasil menguasai 1000 kata.

Kemudian, uniknya lagi, manakala sudah tidak ada penjaga, gorilla ini merusak kandang lalu, tatkala penjaga datang, dia menunjuk ke arah anak gorilla. Dia berhasil membuat hoax untuk menipu penjaga, menimpakan ulahnya pada yang lain. Kemungkinan pola hoax seperti ini dilakukan secara koalisi dan berjamaah cukup tinggi.

Kasus hoax kawanan ungkas yang paling gampang kita temukan pada ayam. Untuk menarik perhatian betina, ayam jantan peliharaan bisa mengeluarkan jenis suara tertentu saat menemukan makanan. Terkadang ayam tadi menipu dengan berkotek-kotek walaupun sesungguhnya mereka tak menemukan makanan. Ia berkotek hanya untuk memikat sehingga ayam betina mendekatinya.

Sejumlah spesies burung diketahui bisa mengelabui satu sama lain demi keuntungannya sendiri, dengan memanfaatkan sistem penjagaan berkelompok sebagai upaya penyelamatan, yaitu pada sebuah wilayah berpohon atau hutan yang banyak dihuni spesies burung berukuran sama dan sama-sama terancam kedatangan pemangsa seperti elang.

Burung-burung itu mengembangkan sebuah sistem penjagaan yang cerdas. Pada sistem ini, burung pertama yang melihat bahaya akan memberikan peringatan dengan menyuarakan kicauan tertentu yang biasanya ditulis sebagai ‘seet’. Bunyi kicauan ini bernada tinggi, lembut, pendek, serta dengan mudah dan jelas dipahami, tetapi sulit ditemukan sumbernya sehingga memperkecil risiko bahaya bagi penjaga tadi.

Baca Juga :  “There is A God” Karya Pembelotan Ateis Paling Terkemuka yang Menghebohkan Dua Kubu

Banyak burung pemakan tumbuhan, termasuk kutilang satu keluarga dengan burung pipit, dan jenis-jenis burung lainnya yang berukuran kecil, menggunakan kicauan ‘seet’ yang sama-sama dipahami oleh spesies burung berbeda sebagai sejenis ligua franca satwa. Saat mendengar kicauan ‘seet’ semua burung di wilayah itu akan meninggalkan kegiatannya, mencari tempat berlindung dan membisu.

Tetapi, sistem ini juga membuka peluang kecurangan. Pada hutan hujan Amazon, sekelompok burung kecil melakukan sistem penjagaan saat kelompok lainnya mengais-ngais sampah daun untuk mencari serangga lezat. Di sini, dua spesies burung sering bertindak sebagai penjaga: burung gelatik yang bekerja di bawah baying-bayang rimbunan pepohonan yang membentuk tudung hutan, dan kutilang yang bertugas mengawasi dan atas rimbunan tadi.

Karena menjalankan tugas penjagaan, kedua jenis burung tersebut tak punya waktu untuk mencari makan sehingga burung-burung lain menghadiahinya dengan membiarkan mereka memakan serangga yang ditemukan.

Walaupun begitu, terkadang sang penjaga akan menipu mereka; jika burung penjaga melihat serangga yang tampaknya lezat sedang digali, ia akan berpura-pura meneriakkan peringatan, padahal sesungguhnya tak ada bahaya. Burung-burung lain akan terbang melarikan diri sehingga si burung penjaga akan turun dan menyantap serangga tadi.

Alhasil, tidak ada yang mengkhawatirkan temuan-temuan ini kalau bukan justru lucu dan menggemaskan. Orang tidak akan takut ditelikung hanya oleh seekor ayam atau “dikadalin” oleh kadal dan kambing beneran.

TANDA AKHIR ZAMAN IALAH DISINGKIRKANNYA ORANG BAIK DAN DIANGKATNYA ORANG JAHAT–Baginda Nabi SAW

Kelompok orang yang coba-coba atau terbiasa membuat dan menyebar hoax juga tidak perlu kuatir; selihai-lihainya binatang memperdaya, mengecoh dan mengambinghitamkan orang tidak akan mengalahkan keterampilan hoax dan kemunafikan manusia. Hanya ingat saja, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Kata Pepatah, “Busana dusta itu transparan.”

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf [7]: 179)

Baca Juga :  Etika dan Seni Marah (2): Hakikat, Macam, Gejala, Tingkatan dan Konsekuensi Marah

Dalam ayat ini, Alquran menderajatkan manusia yang tidak menggunakan alat-alat pengetahuannya (hati, akal, indra) tak beda bahkan lebih hina dari hewan ternak, binatang-binatang yang tidak berdaya menentukan hidup-matinya; nasibnya berada di tangan makhluk lain.

Maka, dapat pula dibayangkan betapa jauh lebih hina-bejat lagi orang-orang yang tampaknya sukses, berpendidikan dan diberi kepercayaan oleh publik justru menggunakan akal, ilmu serta otoritasnya hingga bisa menentukan nasib orang lain dengan cara-cara pengkadalan: menipu warga, membodohi rakyat dan umat, menguntungkan hanya diri sendiri, kelompok, partai dan kubunya.

MASYARAKAT HIDUP SESUAI AGAMA PENGUASA–Pepatah Arab

Praktek-praktek curang, serakah culas itu dilakukan tanpa malu karena aktor-aktornya begitu percaya pada segenap kekuatan yang dimilikinya; akal, ilmu, harta, media, relasi, status sosial, posisi politik dan hukum bisa saling melindungi dan menyelamatkan diri sendiri serta kelompoknya dari wajah asli pembodohan dan kemunafikan mereka.

Ini tidak kurang nistanya dengan orang-orang lemah, termasuk warga biasa, kader dan staf bawahan, sudi diperlakukan jadi korban pembodohan dan pengkadalan masih saja masabodoh hingga nyaman-nyaman saja hidup jadi korban, bahkan aktif atau “dibuat aktif” mendukung dan jadi kaki-tangan pelaku-pelaku pembodohan itu. Kata penyair Persia, Sa’di Syirazi:

Berbelas kasih pada macan tajam bertaring 
hanyalah penindasan atas kambing-kambing.

Share Page

Close