• LAINYA

TAFSIR-LOGIKA–Banyak ayat berbicara tentang kebenaran mengingat fungsi utama dan falsafah Alquran itu sendiri adalah sumber petunjuk (QS. Al-Baqarah [2]: 2). Maka, akan mudah dijumpai ayat-ayat yang menerangkan bagaimana mendapatkan, mengelola, mengungkapkan dan mendistribusikan kebenaran.

Ayat di bawah ini secara khusus terfokus pada pengolahan kebenaran, fakta dan berita yang perlu diwaspadai, terutama tehnik-tehnik memanipulasi fakta.

 

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu mencampuraduk kebenaran dengan kebatilan dan kamu menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah [2]: ayat 42)

َAyat ini hampir sepenuhnya terulang di surat Al Imran [3], ayat 71, dalam bentuk kalimat interogatif kritik yang mempertanggungjawabkan perilaku Ahlul Kitab dalam merancang dan mencurangi kebenaran.

Namun, sebelum menggali tehnik-tehnik membuat kebohongan atau hoax yang dibongkar Alquran, perhatikan elemen kalimat dalam ayat di atas. “Mencampur aduk” padanan untuk talbisū, kata kerja yang diderivasi dari lubs atau labs.

Baca juga: Fakta Saintis Alquran: jangankan Manusia, Binatang saja sudah Bisa Membodohi

Lubs berarti menutupi dan, dari bentuk dasar ini, kata libas (pakaian, busana) diderivasi. Sementara labs berarti ragu dan bimbang karena rancu dan bercampur aduk dengan unsur lain hingga mengecoh dan membingungkan. Sesuatu yang disebut syubhat, misalnya, masuk dalam kategori ini.

ِDari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, “Subhat itu dinamai subhat karena menyerupai kebenaran.”

Dalam terjemahan ayat, talbisū dipadankan dengan mencampur aduk, tidak dengan menutupi, mengingat makna menutupi akan terulang di lanjutan ayat, yaitu menyembunyikan.

Tetapi, bisa juga kata talbisū ini dipadankan dengan menutupi atau mengenakan dan memakaikan. Maka, terjemahan ayat itu menjadi berikut ini: janganlah kalian membusanai kebenaran dengan kebatilan.

Selain sabagai sarana penutup, busana dan pakaian juga berfungsi sebagai alat mempersolek dan mempercantik. Maka, busana dalam hal ini yaitu merias dan mengemas kebenaran dengan campuran dan bungkusan kebatilan sehingga membuat mata rabun dan gagal memilah keduanya.

Jauh sebelumnya perlu kiranya dicatat bahwa salah satu kebutuhan primer manusia dalam menimbang, mengambil keputusan, bersikap dan bertindak ialah informasi. Dengan informasi, suatu masyarakat berkehendak dan bergerak ke tujuan yang jelas. Arah dan gerak suatu masyarakat ditentukan secara dominan oleh informasi, data dan pengetahuan. Maka data serta informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan mutlak dibutuhkan.

Kebutuhan pada informasi, di dunia sekarang, terasa begitu vital dan menentukan nasib, tak kurangnya dengan kebutuhan kita pada oksigen. Membuat hoax sama halnya menyebarkan gas beracun yang membuat masyarakat mati jiwa dan pikirannya, kendati tetap hidup seperti binatang lainnya.

Baca Juga :  Etika dan Seni Marah (2): Hakikat, Macam, Gejala, Tingkatan dan Konsekuensi Marah

Tidak berlebihan bila dikatakan melawan hoax berarti juga menghidupkan masyarakat yang ditunjang, pertama-tama, dengan mengenali hoax dan memilahnya dari fakta dan kebenaran.

Banyak ayat berbicara tentang kebenaran, mendapatkan, mengelola, mengungkapkan dan mendistribusikan kebenaran dalam bentuk informasi dan berita. Adapun ayat ini terfokus, di antaranya, pada pengolahan fakta dan berita yang perlu diwaspadai.

“Jika kebatilan dinyatakan sejernihnya, tidak akan ada kekhawatiran, dan jika kebenaran dinyatakan juga dengan jernih, mulut penentangan akan terbungkam. Bahaya hanya akan muncul tatkala kebenaran dan kebatilan dicampur aduk; masing-masing ditampilkan sebagiannya hingga membuka jalan setan menguasai pengikut-pengikutnya”
(Nahj al-Balaghāh, kalimat no. 50)

Satu: ayat di atas itu pertama-tama mengingatkan agar peduli terhadap nilai kebenaran dan kesalahan di samping nilai kebaikan dan keburukan, nilai keadilan dan kezaliman. Alquran mendorong manusia agar berpikir dan beriman dalam kerangka benar atau salah, bekerja dan bertindak dalam kerangka baik atau buruk, adil atau zalim. Atas dasar nilai-nilai inilah Alquran mengatur kehidupan, “Janganlah ….”

Dua: kebenaran itu adalah benar, dan kebatilan tidak akan menjadi benar. Di balik larangannya, ayat memerintahkan agar seorang Muslim menjaga kebenaran tetap utuh dan berbeda tajam dari kebatilan; menempatkan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan, tidak menukar posisi satu dengan yang lain hanya demi keuntungan, status, kepentingan golongan ataupun karena tenggang rasa dan ingin bersikap paling toleran.

Tiga: tidak menjaga utuh kebenaran dengan cara-cara: membuat hoax, menciptakan subhat, keraguan dan curiga, menyebarkan kebohongan, berita kosong dan tuduhan palsu, menyesatkan opini publik sama artinya menghilangkan nilai kemanusiaan dan merusak kebutuhan primer manusia. Ini kejahatan luar biasa kejam, dan dosa besar, menentang petunjuk sebagai falsafah keberadaan Alquran.

Empat: ayat ini tidak menyinggung kebatilan dan kebohongan yang dibuat sepenuhnya batil, sepenuhnya salah dan bohong. Ini barangkali karena membuat berita dan informasi 100% hoax, selain tidak butuh keterampilan, akan mudah diidentifikasi dan cepat dibedakan dari kebenaran dan fakta.

Sesuai kaidah Filsafat, apa saja yang melampaui batasnya akan berbalik menjadi lawannya, maka pesan yang sepenuhnya hoax adalah fakta dan kebenaran bahwa pembuat pesan menyatakan dirinya sedang berbohong dan menipu.

Baca Juga :  Masuk Islam karena Alquran (6): Arthur Wagner, Tokoh Pimpinan Partai Anti-Muslim di Jerman (1)

Sayyidina Ali berkata, “Ketauhilah, kalau saja kebenaran itu murni, tidak akan terjadi perselisihan; dan kalau saja kebatilan itu murni, tidak akan samar bagi orang berakal, tetapi diambil sebagian dari ini dan sebagian dari itu” (Nahj Al-Balaghah, Hikmah no. 74).

Lima: Membuat hoax perlu pengetahuan. Maka, pembuat hoax adalah orang yang tahu dan sadar mana kebenaran dan mana kebohongan, “… padahal kalian tahu.”

Di ayat lain juga disebutkan,dan mereka mengatakan kebohongan terhadap Allah, padahal mereka mengetahui (QS. Al Imran [3]: 78).

Enam: ayat ini mengungkapkan dua tehnik dasar membuat hoax, yakni cara-cara mengolah fakta dan informasi menjadi tidak utuh:

(1) Mengungkapkan fakta dan informasi valid sepenuhnya sekaligus ditambah-tambahi, entah untuk pencitraan, framing peristiwa, membentuk opini, menyisipkan opini ke dalam berita, mengganti frasa dan diksi, dramatisasi peristiwa atau memprovokasi dan menyulut emosi: “mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan”;
(2) Tidak mengungkapkan fakta dan informasi valid sepenuhnya: “menyembunyikan kebenaran”, yaitu dengan cara-cara:
(a) Mengungkapkan fakta dengan mengurangi dan memotong-motong fakta.
(b) Memendam dan mengubur fakta melalui teknik-tehnik: menumpuk isu di atas isu atau mengalihkan isu dengan isu lain agar publik kehilangan fokus pada fakta dan informasi yang dibutuhkan;
(c) Sama sekali tidak meliput dan tidak melaporkan fakta seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tujuh: mengacu pada arti “talbisu”, yakni memakaikan dan membusanai, salah satu cara membusanai petunjuk dan kebenaran adalah melapisinya dengan bungkusan bahasa dan narasi yang mengecoh pikiran atau menghebohkan emosi hingga menghilangkan keseimbangan dan objektivitas.

Bahasa dan kata-kata adalah alat mengungkapkan kebenaran ide, pemahaman dan keyakinan. Petunjuk dan kebenaran bisa tereduksi dan jadi rancu karena dikemas dengan “pakaian” kata-kata, bungkus narasi dan framing berita.

Delapan: informasi yang dicampur aduk atau disembunyikan bisa berupa teks tulisan, suara, gambar foto ataupun video. Pembuat berita hoax bisa dengan menyamarkan atau memotong informasi dari konteks, yaitu lingkungan, situasi atau latar, termasuk ruang dan waktu munculnya informasi. Dalam ilmu tafsir, konteks dari teks suatu ayat dapat ditemukan dalam sabab al-nuzul dan sya’n al-nuzul.

Sembilan: Berita abu-abu hasil pencampuran hak-batil dan fakta-dusta ini dalam bahasa agama disebut dengan syubhat, yaitu penyamaran dan penyaruan; kebohongan yang menyamar dan menyaru kebenaran. “Muslihat paling sulit yaitu menampilkan kebatilan dalam bentuk kebenaran di hadapan orang berakal jernih.” (Ali bin Abi Thalib ra.).

Baca Juga :  Fakta Saintis Alquran: jangankan Manusia, Binatang saja sudah Bisa Membodohi

Sepiuluh:Padahal kalian tahu”, yakni tahu mana yang benar mana yang batil, dan tahu mana berita hoax mana berita faktual. Maka, ada motif tidak terpuji dalam membuat hoax. Pengetahuan akan kebenaran yang disertai motif mulia tidak akan mendorong orang mencoba merekayasa fakta dan memproduksi hoax.

Sebelas: menyampaikan kebenaran dan mempublikasikan fakta bukan berarti berbicara sembarangan dan sesuka hati dengan dalih hak berbicara dan kebebasan pers. Publikasi fakta perlu maksud mulia, yakni dalam rangka kebaikan dan kemaslahatan publik.

Tanpa maksud mulia ini, mempublikasi fakta dan menerbitkan data bisa jadi membongkar rahasia, membuka aib, mencemarkan nama baik, mengadu domba (membuat orang lain jadi saling curiga, bertengkar dan bermusuhan), mentransaksikan kesaksian, menciptakan kegaduhan. Rumusannya: tahu fakta x maksud mulia = bijak menyampaikan berita.

Maka, hoax bukan hanya mempublikasikan kebenaran tanpa maksud mulia; hoax juga perilaku men-share berita tanpa tahu kebenaran. “Jangan mengatakan sesuatu yang tidak kamu ketahui, tetapi juga jangan mengatakan setiap yang kamu ketahui” (Nahj Al-Balaghah, kalimat no. 379).

“Derajat kekafiran paling rendah ialah seseorang mendengar pembicaraan saudaranya lalu menyimpannya untuk suatu saat menggunaknnya untuk mempermalukan dirinya, sungguh dia tidak berperikemanusiaan”
(La’ali Al-Akhbar, hlm. 1860)

Dua belas:padahal kalian tahu”, yakni berita bohong adalah bohong dan tetap hoax selama tidak diketahui, dan selama itu pula hanya diketahui kebohongannya oleh pembuatnya sendiri. Namun, setiap orang punya mata hati yang tak bisa dibohongi, dan pembuat hoax pasti tahu kalau dia sedang merekayasa fakta, membuat bohong dan menyebarkannya.

Sekecil apa pun suara batin akan terdengar dengan frekuensi kendati sudah rendah untuk menegur kesalahan yang dilakukan sendiri dengan sepengetahuannya. Mata hati dan fitrah insani ini merupakan sebaik-baiknya kawan penhgawal yang tulus mengawasi.

Tiga belas: Nabi SAW mengingatkan, “Baju kebohongan itu transparan.” Ya, libās ‘pakaian’ hoax itu tipis, cepat atau lambat akan tampak wajah kebohongannya dan terbongkar hoax-nya. Keberhasilan orang merahasiakan hoax-nya di dunia hanyalah skandal tertunda yang pasti terbongkar di dunia lain: Di hari ditampakkan segala rahasia (QS. Al-Thariq [86]: 9).

Share Page

Close