• LAINYA

TAFSIR-QURAN.COM – Bukan asing lagi kalau ada yang bilang, “dikadalin!” Ini untuk orang yang kebetulan kurang beruntung; dibodohi hingga tertipu. Apa salahnya kadal? Di kota, jarang kita temukan kadal selain manusia-manusia kadal. Ya, setidaknya, sebagian jenis kadal punya kepandaian memperdaya lawan dengan cara berganti rupa warna dan menyaru dengan situasi sekitar. Begitulah kadal membuat pesan hoax.

Dalam al-Quran dikisahkan pengalaman Nabi Sulaiman a.s., penguasa bahasa burung, dengan burung Hudhud. Setelah menyimak laporan burung ini tentang Ratu Balqis dan bangsanya di negeri Saba, Sulaiman a.s. mengatakan, “Akan kami lihat apakah kamu jujur atau berdusta.

Potensi dan keterampilan memproduksi hoax bukan cuma keistimewaan manusia. Para peneliti menemukan perilaku tipu-tipu ini juga ada pada sejumlah spesies binatang seperti: ular dan, tentu saja, kadal. Ulah seperti ini juga diperagakan kodok, hiu, ikan-ikan di dasar laut, tupai untuk mengamankan makanannya, dan laba-laba betina agar tidak dikawin laba-laba jantan. Namun, pada umumnya, binatang-binatang ini kerap membuat peristiwa hoax dengan cara berpura-pura mati atau jadi benda mati. Dibandingkan manusia, mereka berulah begitu hanya dalam keadaan terdesak dan terancam bahaya serangan, tapi ada orang-orang yang justru bersemangat membuat dan menyebar hoax di ruang yang nyaman.

Baca juga: Adab Dan Tatacara Membaca Alquran (1): 10 Adab Lahiriah
Baca juga: QS. Al Imran [3]: 169; Jihad Dan Syahid, Dua Ajaran Unik Dan Istimewa
Baca juga: QS. Al-Qashash [28]: 77; Ingin Hidup Anda Berubah? Cukup 4 Strategi Ini
Baca juga: QS. Al-Baqarah [2]: 42; Cara Membuat Hoax

Belakangan, seperti dilaporkan Dailymail, para peneliti berhasil mengidentifikasi gejala hoax yang lebih serius dan lihai pada 24 spesies binatang mamalia. Dalam sebuah penelitian ekstensif, mereka melatih seekor gorilla bernama Coco Gorollil sampai berhasil menguasai 1000 kata. Kemudian, uniknya, manakala sudah tidak ada penjaga, gorilla ini merusak kandang lalu, tatkala penjaga datang, dia menunjuk ke arah anak gorilla. Dia berhasil membuat hoax untuk menipu penjaga, menimpakan ulahnya pada yang lain. Kemungkinan pola hoax seperti ini dilakukan secara koalisi dan berjamaah cukup tinggi.

Baca Juga :  QS. al-Hajj [22]: ayat 38, Konfrontasi antara Mukmin, Pengkhianat dan Kafir

Dalam al-Quran dikisahkan pengalaman Nabi Sulaiman, penguasa bahasa burung, berdialog dengan burung Hudhud. Artinya, burung juga bisa berbicara dan, barangkali, itu menjadi alat yang juga bisa digunakan untuk memproduksi pola-pola komunikasi hoax. Setelah menyimak laporan Hudhud tentang Ratu Balqis dan bangsanya di negeri Saba (Yaman), Nabi Sulaiman a.s. berkata, “Dia berkata, ‘Akan kami lihat, apakah kamu benar atau termasuk yang berdusta’” (QS. Al-Naml [27]: 27). Lantas, Nabi a.s. menguji kejujuran Hudhud untuk memastikan beritanya benar-benar bukan dusta atau hoax.

Baca juga: Sayyid Qutb: Mufasir Yang Mencita-Citakan Negara Islam
Baca juga: Masuk Islam Karena Alquran (1): Maurice Bucaille, Dokter Profesor Perancis
Baca juga: QS. Al ‘Imran [3]: 139, Tidak Unggul, Maka Tidak Beriman

Kasus hoax kawanan ungkas yang paling gampang kita temukan ada pada ayam. Untuk menarik perhatian betina, ayam jantan peliharaan bisa mengeluarkan jenis suara tertentu saat menemukan makanan. Terkadang ayam tadi menipu dengan berkotek-kotek walaupun sesungguhnya mereka tak menemukan makanan. Ia berkotek hanya untuk memikat sehingga ayam betina mendekatinya.

Sejumlah spesies burung diketahui bisa mengelabui satu sama lain demi keuntungannya sendiri, dengan memanfaatkan sistem penjagaan berkelompok sebagai upaya penyelamatan, yaitu pada sebuah wilayah berpohon atau hutan yang banyak dihuni spesies burung berukuran sama dan sama-sama terancam kedatangan pemangsa seperti elang. Burung-burung itu mengembangkan sebuah sistem penjagaan yang cerdas. Pada sistem ini, burung pertama yang melihat bahaya akan memberikan peringatan dengan menyuarakan kicauan tertentu yang biasanya ditulis sebagai ‘seet’. Bunyi kicauan ini bernada tinggi, lembut, pendek, serta dengan mudah dan jelas dipahami, tetapi sulit ditemukan sumbernya sehingga memperkecil risiko bahaya bagi penjaga tadi.

Baca Juga :  Ayat Wahdatul Wujud (1): Al-Kahf [18]: 38, “Aku Dialah Allah”

Banyak burung pemakan tumbuhan, termasuk kutilang satu keluarga dengan burung pipit, dan jenis-jenis burung lainnya yang berukuran kecil, menggunakan kicauan ‘seet’ yang sama-sama dipahami oleh spesies burung berbeda sebagai sejenis ligua franca satwa. Saat mendengar kicauan ‘seet’ semua burung di wilayah itu akan meninggalkan kegiatannya, mencari tempat berlindung dan membisu.

Tetapi, sistem ini juga membuka peluang kecurangan. Pada hutan hujan Amazon, sekelompok burung kecil melakukan sistem penjagaan saat kelompok lainnya mengais-ngais sampah daun untuk mencari serangga lezat. Di sini, dua spesies burung sering bertindak sebagai penjaga: burung gelatik yang bekerja di bawah baying-bayang rimbunan pepohonan yang membentuk tudung hutan, dan kutilang yang bertugas mengawasi dan atas rimbunan tadi. Karena menjalankan tugas penjagaan, kedua jenis burung tersebut tak punya waktu untuk mencari makan sehingga burung-burung lain menghadiahinya dengan membiarkan mereka memakan serangga yang ditemukan. Walaupun, terkadang sang penjaga akan menipu mereka; jika burung penjaga melihat serangga yang tampaknya lezat sedang digali, ia akan berpura-pura meneriakkan peringatan, padahal sesungguhnya tak ada bahaya. Burung-burung lain akan terbang melarikan diri sehingga si burung penjaga akan turun dan menyantap serangga tadi.

Alhasil, tidak ada yang mengkhawatirkan temuan-temuan ini kalau bukan justru lucu dan menggemaskan. Orang tidak akan takut ditelikung hanya oleh seekor ayam atau “dikadalin” oleh kadal beneran. Kelompok orang yang coba-coba atau terbiasa membuat dan menyebar hoax juga tidak perlu kuatir; selihai-lihainya binatang memperdaya tidak akan mengalahkan keterampilan dan kebiasaan hoax mereka. Hanya ingat saja, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga.

Share Page

Close