• LAINYA

QURANIKA-DINAMIKA–Media Eropa tidak tahu persis apa yang membuat Arthur Wagner, salah satu tokoh jajaran elite partai politik anti-Muslim yang sedang naik daun di Jerman, Alternative für Deutschland, berganti agama dan menjadi Muslim. Itu karena dia sendiri irit bicara, enggan berkomentar. “Ini urusan privasi”, demikian dia berkelit (lihat bagian pertama).

Sampai akhir pekan lalu, Minggu 25/03/18, Khalid Shamat dari aljazeera berhasil mengajak Wagner berbagi pengalaman dua bulan terakhir sejak ia diberitakan masuk Islam di awal Tahun oleh media-media Eropa yang mengejutkan masyarakat di Benua Biru itu, khususnya Jerman.

“Saya sangat terkesan dengan keindahan Bahasa Alquran dan penjelasannya mengenai tauhid dan menerangkan Islam sebagai agama damai.”

Partai Alternative für Deutschland atau biasa disingkat dengan AfD baru saja berdiri pada 2013 sebagai perlawanan atas kebijakan pemerintah Jerman dalam menangani krisis Euro. Saat Jerman membuka perbatasannya untuk pengungsi pada September 2015, AfD fokus pada penolakan semua kebijakan pemerintah Angela Merkel dalam pemberian suaka. Secara terang-terangan partai ini mengkampanyekan anti-Islam, termasuk dalam pemilu legislatif Bundestag yang berhasil menempatkannya peraih suara terbanyak ketiga pada September tahun lalu.

Tak pelak, partai ini menjadi tak ubahnya medan magnet yang menghimpun berbagai elemen masyarakat ekstrem anti-Islam, termasuk kalangan pejabat tinggi, di Jerman. Sampai awal Januari tahun ini, Wagner masih berada di jajaran elite partai AfD. Karena itu, kabar masuk Islamnya sekaligus pengunduran dirinya dari partai karuan saja mengagetkan.

Arthur Wagner (AW) kini menyebut dirinya dengan nama Ahmed. Ia mengulang kembali nama barunya itu sambil mengataka kepada wartawan BBC, “Saya baru saja lahir tiga bulan lalu” (lihat youtube). Sementara ditemui di Masjid Syuhada di Berlin, ia bercerita banyak tentang transformasi dari ateisme sampai ke Protestan lalu Islam. Berikut wawancara singkat Khalid Shamat (KS).

KS: Siapa Arthur Wagner?

AW: Lahir 49 tahun lalu di Ural, Rusia era Uni Soviet dari sebuah keluarga asli Jerman yang bermigrasi ke sana 250 tahun lalu untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Rusia Tsar. Kakek saya presiden perusahaan energi, ayah saya seorang insinyur, dan ibu saya seorang guru. Saya belajar di sekolah Zammeltna bersama putri mantan Presiden Rusia, Boris Yeltsin. Sampai usia 17 tahun, saya ateis lantaran pengaruh anti-Kristen propaganda Komunisme. Setelah runtuhnya Uni Soviet, saya kembali ke Jerman pada tahun 1993. Di sana saya bekerja dan memperoleh gelar sarjana di bidang teknologi informasi dan menikah.

Baca Juga :  Masuk Islam karena Alquran (6): Arthur Wagner, Tokoh Pimpinan Partai Anti-Muslim di Jerman (1)

“Kalau Islam sudah menyentuh Anda, tidak bisa lagi Anda mengatakan ‘tidak’ kepadanya.”

KS: Anda sebut diri Anda seorang Ateis, lalu bagaimana Anda mulai tertarik pada agama?

AW: selama kunjungan ke kota Dresden, saya melihat gereja Protestan. Saya masuk dan, setelah berdialog dengan pemuka di sana, saya minta dibaptis hingga dia membaptis saya. Setelah saya selesai kuliah di universitas di Hanover, saya melakukan perjalanan ke Ural, tempat kelahiran saya, bersama sebuah perusahaan Jerman untuk suatu proyek. Di sana ternyata sudah ada beberapa gerejawan Jerman yang aktif dalm misionari dan pengkristenan. Segera saya membantu mereka. Saat itulah saya berubah menjadi ortodoksi dan semangat baru keagamaan saya bangkit sebagai pelayan Tuhan. Tetapi saya tidak menerima gagasan bahwa Yesus itu anak Allah.

Setelah kembali ke Jerman, saya berkunjung ke gereja Protestan yang membantu keluarga saya. Saya memulai babak baru pencarian kebenaran yang ditandai dengan pertentangan kuat dengan pemuka-pemuka Gereja tersebut. Dan pada tahun 2013 itu, saya mengalami fase krisis kehidupan yang sangat berat dimana partisipasi pastor-pastor meninjau homoseksual di Berlin. Saya hanya menetap di dalam gereja dan berkata, “Ya Allah—saya tidak memanggil nama Isa—keluarkanlah aku dari tempat ini dan bimbinglah aku!”

KS: Apakah perubahan ini ada kaitannya dengan Islam?

AW: persinggungan saya dengan Islam sudah lama, berawal dari kunjungan saya pada tahun 2003 ke Tashkent dan Ashgabad, Turkmenistan, Uzbekistan. Saya juga terkesan dengan sejarah dan peradaban Islam di Asia Tengah. Kaum Muslim di wilayah itu telah meninggalkan kesan positif pada diri saya dalam waktu yang lama.

Tetapi perubahan penting saya menjadi Muslim tiba pada tahun 2013, melalui sebuah mimpi yang tidak ingin saya ceritakan detailnya. Dalam mimpi itu terjadi dialog; saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tegas dan mendapatkan jawaban-jawaban yang jelas. Saya ditanya, “Apakah Anda ingin menjadi Muslim?”, dan saya menjawab ya. Lalu saya diberitahu, “Anda Ahmad.” Saat itu pula saya bangun dan menangis. Saya katakan kepada istri, saya pikir saya sudah menjadi Muslim.

“Dalam Islam, saya menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang membuat saya bingung.”

KS: Apa yang terjadi selanjutnya?

AW: Beberapa hari kemudian, saya harus pergi mendadak ke Ufa, ibukota Republik Bashkorkostan, dari Federasi Rusia. Di sana saya melewati sebuah masjid. Saya masuk dan menceritakan mimpi saya kepada imam masjid. Lalu dia meminta agar dibacakan beberapa ayat Alquran kepada saya. Dia berpesan agar saya tidak menceritakan mimpi itu kepada siapa pun. Dia mengatakan bahwa semua ada waktunya. Dia memberi saya sebuah buku kecil tentang dasar-dasar Islam.

Baca Juga :  Radikalisme Positif dalam Beragama: Menjadi Tuhan itu Kewajiban juga Cita-cita

Sejak saat itu, saya memulai babak lain dari pencarian, maka saya berhenti merokok, meminum alkohol dan memakan daging babi. Saya membaca tentang Islam, tapi saya tidak menyentuh Alquran. Sampai pada tahun 2015, saya menerima panggilan kedua tanpa persiapan sebelumnya untuk melakukan perjalanan ke Ufa. Di sana saya pergi ke masjid yang pernah saya kunjungi sebelumnya, dan meminta imam masjid untuk membimbing saya menjadi muslim dan saya mengikuti dua kalimat syahadat yang ia bacakan.

KS: Sebagian orang terkejut dengan keislaman Anda di saat sedang beredar di tengah opini masyarakat mengenai citra buruk Islam berupa kekerasan, terorisme dan penganiayaan. Lantas apa yang membuat Anda tertarik dengan agama ini?

AW: semua citra dan opini itu sama sekali tidak mempengaruhi saya karena latar belakang saya masuk Islam melalui hubungan saya dengan Muslim dari bekas Uni Soviet adalah positif. Dalam Islam, saya menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang membuat saya bingung.

Saya juga sangat terkesan dengan keindahan Bahasa Alquran dan penjelasannya mengenai tauhid dan menerangkan Islam sebagai agama damai. Saya katakan kepada setiap orang yang menyampaikan pertanyaan seperti itu, “Kalau Islam sudah menyentuh Anda, tidak bisa lagi Anda mengatakan ‘tidak’ kepadanya.”

KS: Kenapa Anda bergabung dengan partai Alternative für Deutschland, dan posisi Anda sekarang di sana?

AW: Alternative für Deutschland separuhnya adalah orang-orang konservatif dan separuh lainnya menderita akibat dinamika politik dan sosial di negara ini. Saya masuk partai ini dengan rasa kagum pada kepekaan nasionalis konservatif, dan saya aktif di dalamnya, mula-mula, sebagai aktivis institusi kekristenan dan komite kegerejaan, sampai saya menjadi anggota dewan pimpinan di Brandenburg. Setelah masuk Islam, saya mengundurkan diri dari dewan itu tanpa kehilangan keanggotaan saya di partai.

KS: Alternative für Deutschland adalah partai yang dikenal memusuhi Islam. Bagaimana menurut Anda?

AW: Beberapa elemen partai ingin memerangi Islam. Ada sebagian elemen lain di partai yang kritis terhadap agama ini. Adapun kalangan konservatif di dalamnya melihat ada terorisme, dan membaca banyak tentang Islam. Banyak hal negatif yang diperkuat oleh ketakutan mereka tentang apa saja yang aneh. Saya sendiri ingin tetap di dalam partai untuk menawarkan hakikat agama ini kepada mereka yang memusuhi Islam. Saya sudah bertekad dan saya akan melakukan ini, insya Allah.

Baca Juga :  Konsep Umat: Menggali Nilai-nilai Apriori dan Aposteriori Sosial Alquran (1): Esensi Umat

KS: Anda termasuk salah satu orang yang dikategorikan orang Jerman dari republik-republik bekas Uni Soviet, dan jumlah mereka diperkirakan satu juta orang. Apakah dukungan untuk partai Alternative für Deutschland adalah kembali ke permusuhan anggotanya terhadap Islam?

AW: Orang-orang Jerman-Rusia pendukung partai kebanyakan berasal dari negara-negara Muslim bekas Uni Soviet selama era pergolakan negara-negara ini di awal 1990-an. Mereka ini memiliki gambaran yang sangat negatif tentang Islam.

KS: Dari latar belakang intelektual Anda, bagaimana Anda menjelaskan kian tumbuhnya iklim anti-Islam di Jerman?

AW: Penyebabnya ialah meningkatnya sentiment Islamophobia dan semakin kuatnya publikasi negatif media-media dalam mencitrakan kesan dan dan stereotip permusuhan. Ini membangkitkan berbagai kekhawatiran masyarakat tentang kembalinya peran agama. Di Brandenburg, misalnya, 80% dari populasi warga di sana adalah ateis.

KS: Bukankah orang-orang Muslim Jerman sendiri berperan dalam menyebarkan gambaran-gambaran negatif tentang agama mereka?

AW: peran mereka tidak seberapa, karena mereka adalah korban dari berbagai pihak yang mengejar kekuasaan dan uang. Pihak-pihak itu sendiri sengaja menargetkan orang-orang Islam dengan memotivasi mereka (orang-orang Muslim) agar melawan mereka.

KS: Apa yang Anda alami setelah Anda menyatakan diri sebagai Muslim, dan apa yang Anda inginkan di masa depan?

AW: Saya telah menerima banyak pesan kebencian dan desakan dari kawan-kawan saya di Alternative für Deutschland agar saya keluar dari partai, karena partai dan Islam itu saling bertentangan. Saya membuat kesalahan, yaitu membiarkan surat kabar Bild memotret saya dengan buku pendidikan Islam, dan ini menciptakan suasana negatif dalam pekerjaan saya hingga membuat saya mengundurkan diri.

Saya ingin bergabung dengan konferensi Islam yang disponsori pemerintah untuk mengaktifkan integrasi Muslimin di negara ini. Saya sudah berbicara tentang hal ini dengan menteri Dalam Negeri, Horst Zehwefer, dan saya berharap dibangun sebuah pusat penelitian Muslimin di sini. Saya juga menulis surat tentang hal ini kepada 17 duta besar Muslim di Berlin.[aljazeera]

Share Page

Close