• LAINYA
Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim, karya Ibnu Katsir

QURANIKA-MUFASIR-MUHADIS–Bernama lengkap Ismail bin Umar al-Quraisyi bin Katsir al-Bashri al-Dimasyqi, Imaduddin Abu al-Fida al-Hafizh al-Muhaddits al-Syafi’i, seorang ahli hadis, sejarawan dan hukum fikih bermazhab syafi’iyah. Ia seorang ulama yang lebih dikenal sebagai nama Ibnu Katsir. Ia lahir pada tahun 1301 M di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1372 M di Damaskus, Suriah.

Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi’i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.

Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.
Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihād fi Thalab al-Jihād (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.

Baca juga: Mufassir Perempuan (2): Banu Mujtahidah Isfahani Dari Persia
Baca juga: Mufassir Perempuan (1): Bintu Syathi Dari Mesir
Baca juga: Jawadi Amuli: Mufasir Interdisiplin 100 Jilid
Baca juga: Imam Jalaluddin Al-Suyuthi; Mufasir Konsisten Di Atas Penguasa

Ilmu Tafsir
Ibnu Katsir menulis tafsir Alquran yang terkenal yang bernama Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm atau lebih populer dengan nama Tafsir Ibnu Katsir. Hingga kini, tafsir Alquran sebanyak 8 atau 10 jilid ini masih menjadi bahan rujukan dalam dunia Islam. Di samping itu, ia juga menulis buku Fadā’il Al-Qur’ān (Keutamaan Alquran), berisi ringkasan sejarah Alquran.

Ibnu Katsir memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni:
Tafsir yang paling benar adalah tafsir Alquran dengan Alquran sendiri. Selanjutnya bila penafsiran Alquran dengan Alquran tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan dengan hadis Nabi Muhammad, sebab menurut Alquran sendiri Nabi Muhammad memang diperintahkan untuk menerangkan isi Alquran. Jika yang kedua tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya Alquran. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabiin dapat diambil.

Baca Juga :  Mufasir Perempuan (1): Bintu Syathi dari Mesir

Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu tafsir riwa’i (tafsir naratif yang berbasis pada riwayat) paling populer, ditulis dengan singkat dan padat makna. Ciri-ciri ini telah menunjang posisinya di kalangan awam dan elite ulama. Di antara keistimewaan paling penting dari tafsir ini ialah pola-pola yang dicoba Ibnu Katsir dala menafsirkan Alquran, seperti penafsiran Alqran dengan Alquran, tafsir Alquran dengan hadis, tasir Alquran dengan pernyataan sahabat dan tabi’in. Kepeduliannya pada berbagai qira’ah dan azbab al-nuzul juga tampak begitu besar. Tidak keinggalan perhatian kuatnya pada bahasa dan ilmu-ilmu kesastraan, juga studi sanad dan kritik historisnya.

Berikut ini rekomendasi dar sejumla ulama ternama tafsir. Imam Suyuthi mengatakan, “Dia memiliki karya tafsir yang belum dikarang sepertinyaoleh siapa pun.”

Imam Shaukani juga menuliskan, “Dia memiliki kitab tafsir yang terkenal dalam beberapa jilid, dan banyak dirujuk oleh berbagai mazhab.”

Sementara Ahmed Shaker dalam ‘Umdat al-Tafsir berbicara tentang Ibnu Katsir dengan sanjungan begitu tinggi, “Tafsir al-Hafizd Ibnu Katsir merupakan karya tafsir terbaik sejauh yang saya amati; yang terindah dan paling teliti setelah tafsir imam para mufasir, Abu Ja’far al-Thabari.”

Baca juga: Adab Dan Tatacara Membaca Alquran (1): 10 Adab Lahiriah
Baca juga: QS. Al Imran [3]: 169; Jihad Dan Syahid, Dua Ajaran Unik Dan Istimewa
Baca juga: QS. Al-Qashash [28]: 77; Ingin Hidup Anda Berubah? Cukup 4 Strategi Ini
Baca juga: QS. Al-Baqarah [2]: 42; Cara Membuat Hoax

Yang dimaksud dengan Abu Ja’far al-Thabari ialah Ibnu Jarir al-Thabari, penulis kitab tafsir al-Thabari. Disebut paling teliti setelah tafsir Ibnu Jarir al-Thabari karena memang Ibnu Katsir menjadikan tafsir Ibnu Jarir sebagai sumber utama dalam penulisan tafsirnya. Namun ia tak segan-segan melakukan ketelitian dan kritik terhadap riwayat yang dibubuhkan Ibnu Jarir Thabari dalam menafsirkan hadis. Ia berhasil mengidentifikasi sejumlah riwayat yang dinilainya sebagai israiliyyat.

Baca Juga :  Muhammad Abduh: Mufasir Pengimbang Taklid Buta, Fanatisme Mazhab dan Modernitas Barat

Ilmu Hadis
Ibnu Katsir pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah:
Jāmi al-Masānid wa as-Sunan (Kitab Penghimpun Musnad dan Sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis;
Al-Kutub as-Sittah (Kitab-kitab Hadis yang Enam) yakni suatu karya hadis;
Al-Takmilah fi Mar’ifat as-Sigāt wa ad-Dhua’fā wa al-Majāhil (Pelengkap dalam Mengetahui Perawi-perawi yang Dipercaya, Lemah dan Kurang Dikenal);
Al-Mukhtasar (Ringkasan) merupakan ringkasan dari Muqaddimmah-nya Ibn Salah; dan
Adillah at-Tanbīh li ‘Ulūm al-Hadīts (Buku tentang ilmu hadis) atau lebih dikenal dengan nama Al-Ba’its al-Hadīts.

Ilmu Sejarah
Bidang ilmu sejarah juga dikuasainya. Beberapa karya Ibnu Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain:
Al-Bidāyah wa al-Nihāyah (Permulaan dan Akhir) atau nama lainnya Tārīkh Ibnu Katsīr sebanyak 14 jilid, Al-Fushūl fī Sīrah al-Rasūl (Uraian Mengenai Sejarah Rasul), dan Thabaqāt al-Syāfi’iyah (Peringkat-peringkat Ulama Mazhab Syafi’i).
Kitab sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah Al-Bidāyah. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab sejarah Ibnu Katsir ini merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam.
Kitab sejarah lain karya Ibnu Katsir ialah Qashash al-Anbiya’ (kisah-kisah para Nabi).

Ilmu Fiqih
Dalam ilmu fiqih, Ibnu Katsir juga tidak diragukan keahliannya. Oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369). Selain itu, ia menulis buku terkait bidang fiqih didasarkan pada Alquran dan hadis. (Dihimpun dari berbagai sumber)

Share Page

Close