• LAINYA

TAFSIR-QURAN.COM–Semakin canggih dunia, semakin agama penting dibicarakan. Maka semakin agama itu tua, malah kian segar dan segar dan makin menarik. Terutama Islam, agama ini belakangan menempati poros studi dan perhatian publik dalam relasinya dengan berbagai isu kemanusiaan. Satu di antaranya adalah relasi Islam dengan kekuasaan, pemerintahan dan negara. Sejak keruntuhan Dinasti Otoman di Turki di awal abad 20 dan digantikan rezim Kemal Ataturk, seperti sudah final bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan urusan negara, sistem sosial dan manajemen kekuasaan. Doktrin politik ini dikenal luas dengan nama Sekularisme.

Baca juga: Tafsir Jihad Dan Perang (1): Surah Perang (Al-Qitāl)
Baca juga: Tafsir Sekularisme (1): Ayat-Ayat Sekuler (1), Tugas Nabi Hanya Penyampai Wahyu Dan Urusan Akhirat

Doktrin Sekularisme dikokohkan di negeri asal kelahirannya, yakni Barat, dengan latar belakang pengalaman masyarakat di sana dalam relasi mereka dengan agama (Kristen) dan ditegakkan di atas dasar-dasar teoretis. Pada saatnya (Tafsir Sekularisme [3]) akan dibahas dasar-dasar Sekularisme dengan aneka modelnya dan dibandingkan dengan ajaran-ajaran Alquran untuk disimpulkan: apakah ada kesesuaian atau justru pertentangan.

Seri tafsir tematik kali ini hanya akan dipusatkan fokus pada ayat-ayat yang dijadikan sebagian Sekuler sebagai dalil. Dalam beberapa dekade terakhir, sebagian kalangan Muslim, dari pemikir bahkan politisi hingga pejabat publik, ikut melibatkan diri dalam menilai hubungan Islam dengan negara. Akan mudah dijumpai dukungan mereka atas beberapa model Sekularisme seperti: pemisahan Islam dari politik dan pemisahan Islam dari pemerintahan. Mereka berpendapat bahwa dua model Sekularisme ini bisa disimpulkan dari ayat-ayat Alquran.

Perlu dicatat sejak awal sekali bahwa tidak ada teks ayat Alquran yang secara literal menyatakan klaim Sekularisme, yakni pemisahan agama dari politik atau memisahan agama dari pemerintahan. Maka, ayat-ayat yang dikoleksi sejauh ini dipahami mereka secara tidak langsung dapat menguatkan klaim mereka. Apa saja ayat-ayat itu?

Cukup banyak ayat yang diangkat oleh kalangan muslim Sekuler sebagai argumen atas doktrin mereka. Secara umum, ayat-ayat itu dapat diklasifikasikan ke dalam 13 kategori argumen:
 
 
Argumen 1
Nabi sebagai penyampai wahyu. Yaitu ayat-ayat yang menerangkan tugas dan tujuan pengutusan nabi hanya menyampaikan wahyu dan hukum Allah. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

“Tiada (tugas apa pun) atas para rasul kecuali menyampaikan (risalah)” (QS. Al-Ma’idah [5]: 99. Lihat juga QS. Al-Syura [42]: 48; QS. Al-Nahl [16]: 35; QS. Yasin [36]: 17; QS. Al-Hadid [57]: 25).

Baca Juga :  QS. Al-Nur [24]: Ayat 15; Aturan Medsos dan Viral Informasi

Baca juga: QS. Al-Dhaha [93]: Ayat 7; Nabi Sesat (1): Antara Tidak Tahu, Bingung Dan Lengah
Baca juga: QS. Al-Nur [24]: Ayat 35; Wahdatul Wujud (2): Makhluk Itu Ada Atau Tidak?
Baca juga: QS. Al-Nur [24]: Ayat 35: Wahdatul Wujud (1); Kafir Atau Tidak?

Argumen 2
Alquran menafikan kekuasaan Nabi SAW. Argumen ini didasari oleh satu premis, yaitu ayat-ayat yang menyebut tugas Nabi SAW hanya memberi peringatan dan melarang beliau menggunakan kekerasan dalam dakwah. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

“Kami tidak mengutusmu sebagai pengawas” (QS. Al-Nisa’ [4]: 80). Lihat juga QS. Al-An‘am [6]: 107; QS. Qaf [50]: 45; QS. Al-Ahzab [33]: 40.

Argumen 3
Kekuasaan sebagai kewenangan dan kehendak Allah dan bisa dimiliki oleh siapa saja yang Dia kehendaki. Ayat-ayat berikut ini secara jelas menunjukkan bahwa kekuasaan terbuka bagi semua orang, baik memadai kriteria maupun tidak.

“Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa pun yang Kau kehendaki dan mencabutnya dari siapa pun yang Kau kehendaki” (QS. Al Imran [3]: 26). Lihat juga QS. Al-Baqarah [2]: 247.

Argumen 4
Pemisahan kenabian dari kekuasaan dalam praktek nabi. Argumen ini menyatakan bahwa kenyataannya, dua hal ini secara faktual dan praktis terpisah satu sama lain. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, Yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk Kami seorang raja.” Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu” (QS. Al-Baqarah [2]: 246-247). Lihat juga QS. Al-Ma’idah [5]: 20.

Argumen 5
Fakta pemisahan agama dari politik pada sosok nabi-nabi yang berkuasa. Artinya, para nabi yang berkuasa, mula-mula, berkuasa dan memangku pemerintahan, baru setelah itu mencapai kedudukan sebagai nabi. Berikut ini ayat dari kategori ini:

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al-Baqarah [2]: 251).

Baca juga: QS. Maryam [19]: Ayat 96; Syarat Menjadi Manusia Rahmatan Lil Alamin
Baca juga: QS. Al Imran [3]: Ayat 169; Jihad Dan Syahid, Dua Ajaran Unik Dan Istimewa

Argumen 6
Asas Kehendak dan Baiat Publik. Yakni, pemerintahan para nabi yang terbentuk pascakenabian diraih bukanlah atas perintah Tuhan, akan tetapi atas dasar kehendak dan baiat publik. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

Baca Juga :  Kontradiksi Alquran (2): Kalau Allah Mahatahu, Kenapa Dia Masih Menguji?

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)” (QS. Al-Fath [48]:18). Lihat juga QS. Al-Baqarah [2]: 246.

Argumen 7
Asas Khilafah Ilahi. Yakni, pemerintahan adalah hak Allah SWT, namun Dia telah mendelegasikannya (khilafah) kepada hamba-hamba-Nya. Konklusinya, hak pilih dan suara mereka diakui penuh berkat kepercayaan Tuhan. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS. Al-Baqarah [2]: 30).
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi” (QS. Fathir [35]: 39). Lihat juga QS. Yunus [10]: 14 dan QS. Al-Naml [27]: 62.

Argumen 8
Asas Musyawarah. Banyak ayat Alquran telah menghimbau Nabi Islam Saw untuk bermusyawarah dengan masyarakat dan tokoh dalam urusan pemerintahan. Beberapa ayat di bawah ini dengan tegas mewajibkan Nabi Saw agar bermusyawarah dengan publik dalam urusan pemerintahan:

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Al Imran [3]: 159).
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka” (QS. Al-Syura [42]: 38).

Baca juga: Tafsir Imam Syafi’i; Kitab Tafsir Terlengkap, Segera Unduh!
Baca juga: Telah Terbit: Tafsir Imam Ghazali

Argumen 9
Publik sebagai audiensi dan fokus Alquran. Urusan kekuasaan, entah itu pemilihan kepala pemerintahan, pembuatan undang-undang dan pelaksanaannya, dipercayakan kepada publik. Posisi publik ini dijadikan kalangan Sekuler sebagai argumen bahwa hak pemerintahan berada di tangan publik. Berikut ini beberapa ayat kategori ini:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya” (QS. Al-Maidah [5]: 38).
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera” (QS. Al-Nur [24]: 2). Lihat juga QS. Al-A’raf [7]: 85; QS. Al-Anfal [8]: 60.

Argumen 10
Hukum sosial Alquran sebagai pengesahan dan pengarahan. Artinya, hukum-hukum sosial-politik Alquran adalah, pertama, pengesahan (imdha’i) dan penegasan terhadap status quo (pemerintahan agama Muslimin yang baru terbentuk) sekaligus irsyadi ‘pengarahan’ demi pengokohan pilar-pilar pemerintahan tersebut. Berikut ini ayat kategori ini:

“Taatlah kalian kepada Allah dan taatilah Rasul serta Ulil Amr di antara kalian” (QS. Al-Nisa’ [4]: 59).

Baca Juga :  Apa maksud dari Dzikir/Ingat Tuhan, dan Apakah Dzikr-Allah itu lebih utama dari Salat?

Argumen 11
Tidak ada teks tentang pemerintahan. Yakni, Kalangan Sekuler tidak menemukan satu ayat pun yang berbicara tentang politik dan pemerintahan, maka disimpulkan bahwa tidak ada nas dan teks agama yang menyatakan anjuran berpolitik dan pesan mengelola sistem sosial.

Baca juga: QS. Al Imran [3]: 118; Seni Rahasia Dalam Politik Dan Hukum-Hukum Musuh
Baca juga: Antara Abu Bakar Dan Siti Fatimah; Perdebatan Pertama Yang Dimenangkan Perempuan Terkait Alquran
Baca juga: Tafsir Lengkap Surah Al-Ikhlas: Gradasi Dan Konsekuensi Filosofis Serta Sosial-Politik Memurnikan Asas Tauhid

Argumen 12
Nabi tidak terlibat dalam perpolitikan. Ketidakterlibatan dan sikap para nabi menghindar dari politik dan pemerintahan merupakan bukti atas penceraian kenabian dari bidang tersebut.

“Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Firaun) dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka” (QS. Thaha: 43, 44, 47).

Argumen 13
Menafikan pemaksaan dan kekuasaan para nabi. Menerima suatu keyakinan agama harus didasari kesadaran dan kehendak bebas. Artinya, perkara hati dan keyakinan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Jelas, penafian legalitas dari sikap pemaksaan nabi berkonsekuensi pada penafian pemerintahan dan pemisahan kekuasaan dari diri nabi. Berikut beberapa ayat terkait:

“Tidak ada paksaan dalam agama” (QS. Al-Baqarah [2]: 256).
“Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?!” (QS. Yunus [10]: 99). Lihat juga QS. Al-Nisa’ [4]: 80, QS. Al-An‘am [6]: 66, QS. Al-Syura [42]: 48, QS. Qaf [50]: 45, QS. Al-Ghasyiah [88]: 21-22.

Sampai di sini, telah didaftar ayat-ayat dan diklasifikasi ke dalam 13 argumen utama kaum Sekuler. Selanjutnya, pada bagian-bagian berikutnya, tasfir tematik ini akan mendiskusikan tiap-tiap ayat berdasarkan 13 argumen tadi sekaligus gugusan kritik terhadapnya (Klik di sini: Tafsir Sekularisme (1): Ayat-Ayat Sekuler (1), Tugas Nabi Hanya Penyampai Wahyu Dan Urusan Akhirat).

Senyatanya, kalangan muslim Sekuler juga mengakui adanya ayat-ayat sosial dan politik, bahkan menyadari inkonsistensinya dengan klaim mereka. Untuk itu, mereka berusaha sekuat tenaga mencari penjelasan dan justifikasi yang akan dibahas pada seri kedua (Tafsir Seklularisme [2]) dari tafsir ini.

Share Page

Close