• LAINYA

[arabic-font]بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الَّذِينَ كفَرُواْ وَ صَدُّواْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ[/arabic-font]

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Orang-orang yang kafir dan menghalangi [orang lain] dari jalan Allah, Allah menggagalkan keberhasilan perbuatan mereka.”

(QS. Muhammad [47]: 1)

Penjelasan Kata

Kafara: menutupi. Orang kafir disebut kafir karena ia menutupi wajah kebenaran dengan cara mengingkarinya.
Shadd: menciptakan kendala dan penghambat. Shadd tak lain dari sad yang berarti membendung.
Adhalla: kata ini berasal dari dhalla, yaitu keluar dari jalan yang lurus dan, akibatnya, tidak mencapai maksud. Adhalla, pada ghalibnya, diartikan dengan menyesatkan. Namun, mengingat objek kata ini, dalam ayat di atas, ialah perbuatan, ia berarti bahwa Allah berbuat atas orang-orang kafir sedemikian rupa hingga perbuatan mereka tersesat dan kehilangan arahnya. Arti ini mengandung makna bahwa perbuatan mereka tidak membuahkan hasil dan maksud yang mereka inginkan.

Hadis

  • Imam Ja’far Al-Shadiq ra. berkata, “Orang yang ingin mengetahui apa yang Allah SWT turunkan tentang kami dan apa yang Dia turunkan tentang musuh kami, bacalah surah “Orang-orang yang kafir dan menghalangi ….”, sesungguhnya satu ayat turun tentang mereka dan satu ayat lagi turun tentang kami” (Ibn Hayyun, Syarh Al-Akhbār fī Fadhā’il Al-A’immat Al-Athār, jld. 2, hlm. 353).
  • Ibn Mardaweih menerbitkan hadis dari Ali. Ia berkata, “Surah Muhammad adalah satu ayat tentang kami dan satu ayat lagi tentang Nabi Umayyah” (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Durr Al-Mantsūr, jld. 13, hlm. 349).
  • Ibn Mundzir mengeluarkan hadis dari Ibn Abbas berkenaan dengan firman Allah SWT, “Allah menggugurkan keberhasilan perbuatan mereka.” Ibn Abbas berkata, “Mereka melakukan perbuatan-perbuatan mulia, tetapi Allah tidak menerima perbuatan apa pun yang disertai kekafiran” (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Durr Al-Mantsūr, jld. 13, hlm. 350).
  • Abu Bashir meriwayatkan bahwa Abu Abdillah, Imam Ja’far Al-Shadiq ra., berkata, “Pilar-pilar kekafiran itu tiga: rakus, sombong, dan iri. Adapun rakus yaitu Adam a.s. tatkala dilarang menyentuh pohon, namun ia terbawa oleh sifat rakus untuk memakan buah dari pohon itu. Adapun sifat sombong yaitu Iblis tatkala diperintahkan untuk bersujud pada Adam a.s., namun dia menolak. Adapun sifat isi yaitu dua anak Adam a.s. tatkala salah satunya membunuh saudaranya” (Al-Kulaini, Ushūl Al-Kāfī, jld. 2, hlm. 289).
Baca Juga :  QS. Al-Dhuha [93]: ayat 11; Berbicara Optimis sekaligus Pesimis

Tadabur

  • Orang yang berupaya menutupi hakikat dan kebenaran tidak akan menghasilkan apa-apa. Artinya, kebenaran tidak akan tersembunyi ataupun lenyap.
  • Orang yang berupaya menutup jalan Allah tidak akan mencapai keberhasilan. Untuk itu, tidak ada yang perlu dikuatirkan. Yakni, jika kita bertindak secara benar dan sesuai tugas serta tanggung jawab, Allah Dialah yang Mahatahu bagaimana Dia menjaga agama-Nya dan jalan hidayah untuk manusia.
  • Upaya apa pun yang dimaksudkan seseorang untuk menutupi kebenaran atau menutup jalan Allah adalah dalam rangka suatu kepentingan dan, sesuai ayat di atas, kepentingannya tidak akan terpenuhi. Inilah makna suatu perbuatan itu sesat, yakni sia-sia dan tak berarti apa-apa.
  • Penting untuk juga diamati bahwa ayat di atas merupakan ayat pertama dari surah yang dinamai dengan nama Muhammad. Dengan nada yang sungguh tegas dan penuh kecaman, Allah SWT menempatkan golongan kafir dan orang-orang yang menghalang-halangi jalan-Nya berada di seberang orang-orang yang beriman pada Nabi SAW. Allah mengenalkan orang-orang kafir sebagai golongan tersesat yang gagal jerih payah mereka. Allah juga menggambarkan arus kebenaran dan kebatilan dengan Nabi SAW dan para penentangnya. Tiga ayat pertama dari surah Muhammad merupakan keterangan tegas bahwa, dalam Islam, jalan harus dikenali melalui ahlinya, hukum harus dikenali beserta pelaksananya, juga Al-Quran harus dikenali dan dipahami melalui ahli dan pemiliknya. Dalam Islam, agama tanpa nabi dan imam hanyalah agama yang kehilangan arah dan tidak berkontribusi apa pun.
  • Dalam ayat di atas, Allah SWT membagi umat manusia kepada dua kelompok: kelompok manusia yang menutup jalan Allah dan kelompok manusia yang kafir dan menutup jalan Allah. Usaha apa pun untuk menutupi kebenaran dan jalan Allah lambat-laun akan menutup rapat dan membuntukan jalan Allah. Jangan mengira bahwa orang yang masabodoh terhadap kebenaran akan hidup aman dari ancaman kebatilan. Justru sikap masabodoh dan diam itu sendiri terhadap kebenaran sudah merupakan keadaan berada dalam jaring kebatilan. Di ayat-ayat berikutnya, Allah secara tegas menyatakan bahwa segala cara menutupi kebenaran, pada dasarnya, adalah komit pada kebatilan dan bermain di lapangan setan.
  • Frasa “Allah menggagalkan keberhasilan perbuatan mereka” dalam ayat ini sangat teliti dan mengguncang jiwa. Allah SWT mengatakan bahwa Dia akan membuat usaha mereka sia-sia. Boleh jadi kerap terjadi pada diri kita manakala kita memulai suatu pekerjaan dengan perasaan bingung tak menentu sehingga pekerjaan itu terasa rumit dan musykil. Sampai pada akhirnya, kita tidak mampu mengambil keputusan yang tepat.
  • Dalam ayat ini, Allah SWT menempatkan perbuatan sebagai objek dari kata kerja penyesatan. Barangkali terbesit dalam pikiran kita bahwa setepatnya, objek kata kerja itu adalah manusia kafir. Namun, faktanya, dalam kebanyakan kesempatan, perbuatan kita berdampak buruk lantaran niat dan perbuatan lain yang buruk sehingga, suka atau tidak, perbuatan kita itu jadi sia-sia dan tidak menghasilkan manfaat apa pun.[ph]

Share Page

Close