• LAINYA

[arabic-font]مَنْ كاَنَ يُرِيْدُ الْحَيَاةَ الدُّنْياَ وَ زِيْنَتَها نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيْهاَ وَ هُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ‏[/arabic-font]

Barangsiapa masih menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan sepenuhnya kepada mereka [hasil] pekerjaan-pekerjaan mereka di dalamnya dan mereka di dalamnya tidak akan dirugikan.”

(QS. Hud [11]: 15)

Abstrak

  • Menanti hasil di dunia indikasi kehilangan ikhlas.
  • Kriteria nilai kerja dan masyarakat ideal.
  • Dunia antara dua nilai: perhiasan dan keindahan.
  • Apa arti doa meminta umur panjang dan menyenangi dunia.
  • Kemurahan Allah pada manusia melebihi keadilan-Nya di dunia.
  • Menyenangi dunia semata faktor menolak kebenaran.
  • Dunia sebatas ‘yang rendah’ dan ‘yang dekat’.
  • Memperlakukan dunia secara proporsional.
  • Hukum hidup di dunia: kemauan, usaha, dan tekun.
  • Gigih bekerja demi dunia, sia-sia di akhirat.

Tadabur

  • Melanjutkan Bagian Pertama, menanti hasil di dunia dan Indikasi kehilangan ikhlas. Secara naluri, setiap manusia suka dunia dan berharap hasil semua usahanya juga diperoleh di dunia ini. Artinya, acapkali kita mendesakkan keinginan agar hasil semua kerja kita harus diperoleh di dunia ini, bukankah ini tanda bahwa dalam usaha dan pekerjaan itu, kita sedang bekerja demi dunia, bukan demi Allah?! Kekecewaan dan kemarahan yang menciptakan rasa dendam, pelanggaran hukum, sikap masabodoh atau putus asa merupakan indikasi-indikasi usaha kita kehilangan arah Tuhan dan perlu segera disadari untuk dibenahi dan diluruskan.
  • Kriteria nilai kerja dan keidealan masyarakat. Jika ada orang atau masyarakat pandai bekerja dan membangun dunia serta memperoleh hasil dan prestasi mereka di dunia ini, itu tidak cukup dijadikan argumen bahwa mereka adalah orang dan masyarakat ideal dan disenangi Allah. Tetapi ketidakidealan mereka ini juga bukan berarti mengingkari nilai kerja membangun dan memakmurkan dunia. Intinya, tidaklah tepat menilai seseorang atau masyarakat hanya berdasarkan produktivitas kerja di dunia.
  • Dunia antara dua nilai: perhiasan dan keindahan. Daya tarik dunia termasuk dalam kategori perhiasan (zīnah), bukan keindahan (jamāl). Telah dikemukakan sebelumnya, perhiasan adalah sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain hingga terlihat tampak indah. Dunia sebagai yang terendah dari alam-alam makhluk, pada dirinya sendiri, tidak memiliki nilai keindahan. Ia hanya bernilai perhiasan yang dengannya hidup dan diri kita diuji.
  • Apa arti doa meminta umur panjang dan menyenangi dunia. Ada hubungan antara menginginkan dunia dan menginginkan perhiasan dunia. Menginginkan kehidupan dunia itu buruk bila identik dengan membatasi pola pandang kita setingkat dunia. Tetapi keinginan ini justru mulia bila kita memandangnya sebagai sarana dan alat menjangkau alam keabadian. Doa meminta panjang umur di dunia untuk lebih punya kesempatan beribadah, belajar dan mengajar agama, mengabdi dan memakmurkan negeri untuk kemakmuran akhirat merupakan bagian dari fokus penekanan para nabi.
  • Kemurahan Allah pada manusia melebihi keadilan-Nya di dunia. Dalam ayat tidak diungkapkan, “Kami berikan sepenuhnya apa yang mereka inginkan”, tetapi Allah SWT memfirmankan, “Kami berikan sepenuhnya [hasil] pekerjaan-pekerjaan mereka”. Jadi, tidak ada jaminan kita, di dunia ini, akan berhasil merealisasikan semua keinginan dan harapan kita; tetapi sebagiannya saja (QS. Al-Isra’ [17]: 18; QS. Al-Syura [42]: 20), itu pun sebatas apa yang kita usahakan sebagaimana dalam ayat ini. Namun di akhirat kelak, kita akan memperoleh apa saja yang kita inginkan (QS. Al-Zukhruf [43]: 71), bahkan lebih dari apa yang kita inginkan (QS. Qaf [50]: 35), malah apa saja yang tak terlintas dalam imajinasi dan, karena itu, kita tidak tergerak menantikannya, tetapi Allah akan memberikan semua itu (QS. Al-Sajdah [32]: 17).
  • Betapa Allah maha pengasih maha penyayang; manusia yang memilih jalan hidup di luar kehendak-Nya, berusaha di dunia untuk dunia tetap diberi oleh Allah secara tidak kurang dan tidak dirugikan sesuai dengan kadar usahanya, “mereka tidak dirugikan”. Sebaliknya, kepada manusia yang beramal baik, Allah tidak memberi balasan yang lebih baik dan lebih banyak dari usaha dan kerja baik mereka (QS. Al-Nur [24]: 38). Dalam kedua kondisi ini, Allah tidak membalas mereka secara setimpal dan sekadar apa yang mereka perbuat.
  • Dengan membandingan ayat ini dengan ayat sebelumnya (ayat yang membicarakan orang-orang yang tidak tunduk pada kebenaran), tampak jelas bahwa faktor dan alasan tidak menerima kebenaran berasal dari kesenangan dan menyenangi dunia.
  • Agar selalu kita menyadari bahwa hidup di dunia ini benar-benar dunia yang dekat dengan kita, tetapi kita juga punya kehidupan selain kehidupan dekat dan konkret ini. Entah kita maknai secara kebahasaan sebagai ‘yang rendah’ atau sebagai ‘yang dekat’, dunia merupakan konsep yang luar biasa sedemikian hingga membentuk bagian dari pola pandang kita terhadap realitas; kita tidak memandang dunia segala-galanya dan nilai mutlak.
  • Memperlakukan dunia secara proporsional. Suka atau tidak, dunia adalah sebagaimana makna harfiahnya: yang rendah dan yang dekat. Rendah dan dekat akan berarti bila kita menempatkannya sebagaimana adanya untuk meraih yang jauh di baliknya dan mencapai yang tinggi di atasnya.
  • Hukum hidup di dunia: kemauan, usaha, dan tekun. Dalam meraih dunia, tidak cukup sekadar menginginkan dan menghendaki, tetapi juga perlu kerja, usaha dan ketekunan. Hukum ini sudah barang tentu juga berlaku dalam meraih akhirat. Jika bukan pekerja yang gigih, tak pantas memimpikan kesenangan terbaik.
  • Gigih bekerja demi dunia, sia-sia di akhirat. Di ayat berikutnya, Allah menyinggung orang-orang yang hanya hidup demi dunia; sekeras dan segigih apa pun mereka itu bekerja dan memperoleh hasil, mereka tidak akan mendapatkan bagian apa pun di akhirat. Semua pekerjaan mereka sia-sia di hari penentuan nasib akhir, di hari setiap orang berpikir tidak dapat menyelamatkan dirinya kecuali dengan hasil pekerjaannya.[ph]

Share Page

Close