• LAINYA

 [arabic-font]صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَ الضَّالِّيْنَ[/arabic-font]

Jalan orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka yang bukan orang-orang yang dimurkai juga bukan orang-orang sesat.”

(QS. Al-Fatihah [1]: 7)

Tadabur

  • Melanjutkan Bagian Kedua, maka berdasarkan fungsi gramatikal “yang bukan orang-orang yang dimurkai dan bukan oang-orang yang sesat” sebagai adjektif/sifat bagi “orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka”, maka ada dua karakter utama pada diri orang-orang ini: tidak dimurkai dan tidak sesat.
  • Kemurkaan Allah akan muncul bila hamba melakukan pelanggaran yang disengaja, yakni pikiran, keinginan dan perbuatannya melawan kehendak dan hukum Allah SWT. Sementara kesesatan lebih umum dari pelanggaran, yakni ketidaksesuaian pikiran, keinginan, keadaan, dan perbuatan hamba dengan kebenaran dan kehendak Allah, entah kesesatan itu disadari ataupun tidak disadari.
  • Maka, orang yang diberi nikmat oleh Allah dan menjadi penuntun jalan umat manusia ialah orang beriman yang taat mutlak pada Allah, berada dalam kebenaran, tidak melakukan kesalahan secara sadar ataupun tidak. Tentu, menjadi tidak logis bila Allah memerintahkan kita agar kita mengikuti jalan yang salah atau jalan yang benar tetapi dituntun oleh orang yang masih mungkin salah menuntun.
  • Dapat disimpulkan bahwa jika seseorang ingin mencapai kesempurnaan hakiki dan dekat dengan Allah SWT, ia harus bergerak di jalan lurus bersama orang-orang tertentu. Berikutnya, bagaimana bergerak bersama mereka? Dalam ayat ini tidak dijumpai penjelasannya. Namun, di bagian hadis, telah dikemukakan sebuah riwayat (riwayat kedua) yang di dalamnya memuat ayat ke-69 dari QS. Al-Nisa’, “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah berikan nikmat kepada mereka, yaitu para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman.”Setelah tahu siapa mereka dengan dua ciri utama mereka di akhir surah Al-Fatihah itu, ayat ini menjelaskan cara menempuh jalan bersama para penuntun jalan, yaitu taat pada hukum Allah dan Rasulullah. Maka, kita perlu mengenal mereka dalam angka bergerak secara benar dan konsisten berada di jalan yang lurus hingga sampai tujuan utama hidup kita.
  • Ada sejumlah riwayat yang mengidentifikasi sosok-sosok, tentunya selain Nabi SAW, yang patut diikuti menjadi penuntun dan pengawal sepanjang jalan yang lurus. sebagian riwayat bahkan mengidentikkan mereka dengan jalan yang lurus itu sendiri. Di antaranya dua hadis dari Imam Al-Hakim Al-Naisyaburi dan Imam Ahmad bin Hanbal.
  • Diriwayatkan Al-Hakim, secara sahih menurut kriteria Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Khudaifah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian menyerahkan kepemimpinan kepada Abu Bakar, sesungguhnya dia orang zuhud dalam urusan dunia, suka akhirat namun memiliki kelemahan dalam fisiknya. Jika kalian menyerahkan kepemimpinan kepada Umar, sesungguhnya dia orang kuat terpercaya, tidak takut demi Allah terhadap hujatan orang penghujat. Dan jika kalian menyerahkan kepemimpinan kepada Ali, sesungguhnya dia pemberi petunjuk dan telah mendapat petunjuk, menegakkan kalian di atas shirat mustaqim ‘jalan yang lurus’.” (Al-Mustadrak ‘alā Al-Shahīhayn, jld. 3, hlm. 153 dan 73. lihat juga Ma‘ānī Al-Akhbār (Bahr Al-Fawā’id), jld. 1, hlm. 279).
  • Riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal dari Zaid bin Yutsai’ dari Ali bahwa ada seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, siapa yang akan kita jadikan pemimpin setelahmu?” Beliau bersabda, “Jika kalian menjadikan Abu Bakar pemimpin, kalian akan menemukannya orang terpercaya, zuhud dalam urusan dunia, suka akhirat. Jika kalian menjadikan Umar pemimpin, kalian akan menjumpainya orang yang kuat terpercaya, tidak takut demi Allah terhadap hujatan orang penghujat. Dan jika kalian menjadikan Ali pemimpin, dan aku tidak yakin kalian akan melakukan itu, kalian akan menemukannya pemberi petunjuk yang telah mendapat petunjuk, menuntun kalian ke jalan yang lurus.” (Musnad Al-Imām Ahmad bin Hanbal, jld. 2, hlm. 214).[ph]

Share Page

Close