• LAINYA

TAFSIR-QURAN.COM–Ayat-ayat Allah sudah dijaga utuh sejak awal kali diturunkan. Nabi Muhammad SAW sendiri penjaga pertama keutuhan Alquran. Kesungguhan dan usaha kerasnya tampak tatkala menerima penurunan wahyu, ia segera menggerakkan lisannya mengikuti bacaan wahyu agar tidak lupa apa yang ia dengar: “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu untuk cepat-cepat dengannya. Sesungguhnya Kami yang mengumpulkannya dan membacakannya” (QS. Al-Qiyamah [75]: 16-17).

Ibnu Abbas mengatakan, Nabi Muhammad SAW sedemikian besar suka citanya menerima dan menghapal Alquran sehingga, tatkala Jibril membacakan wahyu kepadanya, ia pun menggerakkan lidahnya dan terburu-buru agar tidak melupakan apa yang ia dengar. Allah mengingatkan beliau dengan firman-Nya, “Kami mengumpulkannya untukmu.”[1]

Untuk memastikan sepenuhnya hapalan-hapalannya, Nabi membacakannya kepada malaikat wahyu. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa setiap tahun, Nabi di bulan Ramadan mengkonfirmasi dan mengulang ayat-ayat yang telah diterimanya di hadapan Jibril. Di tahun terakhir hidupnya, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, ia melakukan pengulangan dan konfrontasi ini sebanyak dua kali. [2]

Baca juga: QS. Al-Baqarah [2]: 42; Cara Membuat Hoax
Baca juga: QS. Al-Qashash [28]: 56; Iman, Takdir Allah di Tangan Manusia
Baca juga: QS. Al ‘Imran [3]: 139, Tidak Unggul, Maka tidak Beriman
Baca juga: Terbitkan Hasil Riset Al-Quran 800 Halaman, Profesor Jerman Kritik Tajam Budaya Barat

Penghapalan Alquran di Kalangan Sahabat

Nabi membaca Alquan dengan suara keras dalam shalat dan setiap kesempatan. Sahabat juga mengikutinya untuk belajar dan menghapalnya.

Ketika para sahabat mendengar satu ayat atau satu surah dari Rasulullah, mereka berulang kali menghadap Nabi untuk menguji dan memastikan hapalan Alquran mereka hingga Nabi mengafirmasi dan membenarkan kualitas hapalan mereka.[3]

Baca Juga :  Masuk Islam karena Alquran (6): Arthur Wagner, Politisi Mualaf yang Diburu Media Mainstream Dunia (3)

Secara bertahap, minat sebagian sahabat dalam menghapal Alquran kian meningkat. Di antara mereka, ada sejumlah sahabat yang dikenal sebagai hafidz (penghapal) dan qari (pembaca) Alquran.[4] Imam Suyuthi menuliskan:

“Beberapa sahabat yang dikenal mengajarkan pembacaan dan penghapalan Alquran yaitu Ali bin Ali Thalib, Utsman, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Asy’ari.”[5]

Di masa itu, ada juga sejumlah nama dari kaum wanita yang berusaha serius membaca dan menghapal Alquran. Beberapa di antara mereka adalah putri mulia Nabi, Siti Fatimah, dan istri-istri Nabi seperti: Aisyah, Ummu Salamah, Hafshah. Ada pula nama Ummu Waraqah binti Abdullah bin Harits yang berada di jajaran pembaca dan penghapal Alquran.[ph]

——————-
Referensi:
1. Majma’ Al-Bayan, Tabarsi, jld. 10, hlm. 197, Beirut.
2. Banyaknya riwayat seperti ini dapat dilihat di Al-Thabaqat al-Kubra, Muhammad bin Sa’d, jld. 2, hlm. 195, Beirut.
3. Majma’ Al-Bayan, Tabarsi, jld. 1, hlm. 43; Tarikh al-Qur’an, hlm. 227.
4. Di era awal Islam, nama qari Alquran diberikan kepada orang-orang yang mengajarkan, membaca dan menghapal Alquran. Lihat Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Suyuthi, jld. 1, hlm. 192, Dar al-Fikr, Beirut, 1996.
5. Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Suyuthi, jld. 1, hlm. 197.

Share Page

Close